Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur (Polda NTT), yang dulunya bernama Komando Daerah Kepolisian (Komdak atau Kodak) XVII/NTT), sebagaimana dikutip dari wikipedia.com, adalah pelaksana tugas Kepolisian RI di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Polda Nusa Tenggara Timur karena tergolong polda tipe A, dipimpin oleh seorang kepala kepolisian daerah yang berpangkat bintang Dua atau (Inspektur Jenderal Polisi). Pada 1974, Komdak XVI dan Komdak XVII/NTT dilebur di bawah Komdak XV/Bali.
Sejarah pembentukan Polda NTT berawal dari berita proklamasi kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945, tidak sampai ke NTT. Berita proklamasi secara jelas baru diketahui pada tanggal 11 September 1945. Namun, runtuhnya kekuasaan jepang di NTT tidak memberi kesempatan bagi tumbunya kekuatan militer di NTT, sebab pada saat itu pada bulan september NICA telah masuk NTT dan dengan cepat pemerintahan Belanda mengambil ahli kekuasaan dari pemerintahan jepang. Dengan berakhirnya masa pendudukan militer Jepang, secara otomatis lembaga kepolisian bentukan Jepang pada saat itu, yaitu Keisatsutai (polisi) dan Tokubetsu Keisatsutai (poisi istimewa) dibubarkan.
Selanjutnya pemerintah Belanda membentuk lembaga kepolisisan bernama Kepolisian Daerah untuk tiap – tiap Keresidenan. Untuk Keresidenan Timor dibentuklah Kepolisian Daerah Timor yang berkantor di Bakunase. Anggotanya terdiri dari para bekas KNIL dan hasil rekrut dari polisi Holandia di Irian dan dari sekolah polisi Sulawesi dan Sukabumi. Pada masa pendudukan Belanda, sistim pemrintah di NTT dikembalikan pada struktur pemerintahan penjajahan Belanda sebelum Jepang masuk. Pada masa itu NTT hanya berbentuk Keresidenan yang bernama Keresidenan Timor. Keresidenan Timor membawahi tiga Afdeeling yaitu Afdeeling Timor dan kepulauannya (berkedudukan di Kupang), Afdeeling Flores (berkedudukan di Ende), Afdeeling Sumba (berkedudukan di Waingapu). Pusat keresidenan berada di Kupang berada di bawah pimpinan seorang Residen.
Berdasarkan ketetapan yang dirumuskan dalam suatu konferensi di Denpasar (24 Desember 1946), dibentukalah negara Indonesia Timur (NIT) pada tahun 1947 yang terdiri dari 14 daerah di Indonesia bagian Timur: Bali, Lombok, Sumbawa, Sumba, Flores, Timor, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Minahasa, Sangihe – talaud, Maluku Utara, Maluku Selatan dan Irian barat. Pada tahun 1947 dan 1948 Belanda melakukan serangan umum terhadapa wilayah RI. Tujuannya adlah merebut daerah – daerah yang masih dikuasai oleh RI. Serangan umum yang dilancarkan Belanda ini dikenal dengan nama Agresi militer I (21 Juli 1947) dan Agresi militer II (19 Desember 1948). Dua Agresi militer Belanda terhadap RI saat itu tidak membawa dampak apa – apa terhadap NIT khususnya terhadap kesatuan keopolisian di Keresidenan Timor. Pada masa itu, Keresidenan Timor dan seluruh wilayah NIT sudah berada di bawah pemerintahan.
Pada tanggal 27 Desember 1949 Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) diubah menjadi Negara Republik Indonesia Serikat (RIS). Pada masa itu Negara Indonesia Timur (NIT) menjadi bagian Republik Indonesia Serikat. Dengan adanya pemerintahan RIS di satu pihak dan pemerintahan Negara bagian di lain pihak, maka terdapat pula dua Lembaga Kepolisian yaitu Polisi Republik Indonesia Serikat dan Polisi Negara Bagian. Dan di Negara Indonesia Timur lembaga kepolisiannya adalah Polisi Negara Indonesia Timur. Pada masa RIS, Kepolisian Daerah Timor dibawahi oleh Jawatan Kepolisian Negara Indonesia Timor.
Setelah kembali menjadi NKRI, tahun 1950, Negara Indonesia Timur ditiadakan. Pada tahun 1951 Keresidenan Timor dan beberapa daerah lain yakni Bali, Lombok, Sumbawa, dan Sumba membentuk propinsi Sunda Kecil dengan lembaga Kepolisian Propinsi Sunda Kecil yang berkeduduksn di Singaraja Bali. Kepolisian Provinsi Sunda Kecil membawahi kepolisian daerah Bali, kepolisian daerah Lombok, keoplisian daerah Sumbawa dan Sumba, kepolisian daerah flores dan kepolisian daerah Timor. Dan sebagai Kepala Kepolisian Daerah Timor yang pertama dijabat oleh Komisaris Polisi Kelas II Titus Uly (1951-1952).
Pada tahun 1952, lembaga kepolisian diwilayah ini diubah menjadi Kantor Kepolisian Komisariat Nusa Tenggara Timur (KP Kom Nusa Tenggara Timur/KP Kom NTT). Sebagai pejabat pertama yang memimpin KP Kom NTT adalah Komisaris Polisi Kelas I Moerhadi Danu Wilogo (1952-1955). Belum lama Wilogo menjabat sebagai KP Kom NTT. Kepemimpinan NTT diteruskan oleh Komisaris Polisi Ida Bagus Mahadewa (1955-1957). Dan sejak tahun 1957 s.d 1961 KP Kom dijabat oleh Komisaris Besar Polisi W. Roesman. Berkenaan dengan suhu politik Nasional yang saat itu sedang memanas, kebutuhan adanya kesatuan pemukul Mobil Brigade (Mobrig) (sekarang disebut Brigade Mobil (Brimob)) mulai dirasakan.
Oleh karna itu pada tanggal 11 Juni 1951 dibentuklah 1 Peleton (saat itu satuan Peleton disebut Seksi) Mobrig cadangan Timor yang menginduk pada Kompi 5214 Denpasar. Peleton cadangan Timor ini dipimpin oleh Komandan Peleton (Danton yang bernama Inspektur Polisi Kelas II D. Endun (1951-1954). Pada awal dibentuknya Peleton Mobrig ini terdiri dari 65 orang personil kedudukannya dikantor Kepolisian Daerah Timor Kupang. Baru pada tahun 1954 mulai dibangun markas Mobrig di Pasir Panjang. Pada saat pembangunan markas Mobrig ini, Peleton cadangan Timor di komandani oleh Inspektur Polisi Kelas II Abdul Rajak (1954-1960).
Pada tahun 1956, Peleton Mobrig pada saat itu sudah berganti nama dengan Peleton 5486, dikirim ke Aceh untuk melaksanakan operasi penumpasan DI/TII. Pada tahun 1958, sejalan dengan pembentukan provinsi NTT dan perubahan nama lembaga kepolisian di NTT, Peleton 5486 dikembangkan menjasi kesatuan setingkat kompi, yaitu Kompi 5486. Selanjutnya, tahun 1960 Kompi 5486 berubah menjadi Kompi B Yon 414. Sebagai komandan kompinya (Danki) adalah Inspektur Polisi Kelas II J. Sampe. Antara tahun 1958 s.d 1961, KP Kom NTT belum memiliki Rumah Sakit. Pada saat itu pelayanan kesehatan untuk anggota Polri dilakukan dengan rawat jalan yang dilayani oleh sebuah poliklinik sederhana bertempat di Kesatrian Lasikode.
Baru pada tanggal 3 Juli 1967 diresmikan sebuah bagunan Rumah Sakit yang diberi nama Rumah Sakit Bhayangkara (RSB). Gedung RSB yang hingga kini masih berdiri ini, dulunya adalah bekas gedung telekomunikasi. (berikut ini adalah nama-nama dokter yang pernah menjabat sebagai Kepala RSB: Komisaris Polisi Tingkat II Dr. Widodo Darmohusodo, Mayor Polisi Dr. Hanjaya Tedjasudana, Mayor Polisi Dr. I Gede Saputra, Kapten Polisi Dr. Agus Mulyono, Kapten Polisi Dr. Sugeng Prapto, Letnan Satu Polisi Dr. Priyo Sunarto, Ajun Komisaris Polisi Dr. Hadi Sulistyanto, Komisaris Polisi Dr. Rusdianto). Sejak terbentuknya Polda NTT, RSB merupakan dinas kedokteran dan kesehatan (Dis Dokkes) yang dipimpin oleh seorang kepala atau Kadis Dokkes yaitu Letnan Kolonel Polisi Dr. Agus Sriyono.
Untuk menanggulangi kebutuhan jumlah personil Polri NTT yang saat itu masih sangat sedikit, pada tahun 1960 di dirikanlah Sekolah Kepolisian yang berkedudukan di Kupang. Dalam masa perkembangannya, Sekolah Kepolisian di NTT ini mengalami beberapa kali perubahan nama. Pada awal berdirinya, Sekolah Polisi di NTT bernama Sekolah Kepolisian Negara (SPN) Kupang. Tahun 1961 diubah namaya menjadi Sekola Angkatan Kepolisian (SAK). Tahun 1965 SAK diubah menjadi Depo Pendidikan dan Pelatihan-017 (Deplat–017). Tahun 1974, Depo Pendidikan dan Pelatihan-017 diubah menjadi Depo Pendidikan dan Pelatihan 15-3 (Dodiklat 15-3) Kupang. Tahun 1980 berubah lagi menjadi Depo Pendidikan dan Pelatihan 011-2 (Dodiklat 011-2) Kupang. Tahun 1985 (sampai sekarang) nama Depo Pendidikan dan Pelatihan 011-2 diubah lagi dan kembali menggunakan nama SPN Kupang.
Pada tahun 1961 Kp Kom NTT diubah menjadi Komando Daerah Kepolisian atau Komdak XVII NTT. Sebagai Panglima Daerah Kepolisian (Pangdak) yang pertama dijabat oleh Komisaris Besar Polisi Drs. R. Ostenriyk Tjitrosunarjo (1961-1963). Selanjutnya jabatan PANGDAK dipegang oleh Komisaris Besar Polisi Drs. Goebada (1963-1965). Kepemimpinan Komdak XVII dilanjutkan oleh Komisaris Besar Polisi Drs R. Hardono (1965-1968) yang saat itu sekaligus menjabat sebagai Papelrada (Panglima Pengawas Pelaksana Pengendali Daerah). Jabatan Papelrada ini dijabat oleh Hardono sehubungan dengan terjadinya peristiwa G30S/PKI (1965). Pada tahun 1967, Hardono digantikan oleh Kombes Pol. Drs Soehasono (1968-1972). Selanjutnyanpimpinan Komdak XVII NTT ditutup oleh Pangdak Komisaris Besar Polisi Drs. Husein Ganda Subrata (1972-1974).
Pada tahun 1961 Kompi Mobrig 5486, di bawah pimpinan Danki Inspektur Polisi Kelas II J.Sampe, dikirim ke Palopo – Sulawesi Selatan untuk melaksanakan operasi penumpasan pemberontakan Kahar Muzakar. Pada tahun 1962 Mobrig (Mobile Brigade) diubah menjadi Brimob (Brigade Mobile). Pada tahun 1965 s.d 1966 di bawah komando Pangdak Komisaris Besar Polisi Drs Hardono yang saat itu juga menjabat sebagai Papelrada Anggota Komdak XVII/NTT termasuk Kompi Brimob yang Dankinya saat itu adalah Ajun Komisaris Polisi P.L. Gasprez (1965-1974) turut aktif melaksakan operasi penumpasan terhadap pemberontakan G30S/PKI di NTT.
Pada tahun 1974 Komdak XVII/NTT dilebur lagi bersama dengan Komdak XVI Lombok kedalam Komdak XV Bali. Yang berkedudukan di Denpasar. Validasi tiga Komdak di NTT, NTB dan Bali menjadi satu yaitu Komdak XV ini diikuti dengan perubahan kesatuan dibawahnya yaitu Komdak XVII NTT yang diubah namanya menjadi Komtarres NTT (Komando Antar Resort NTT). Komtarres NTT dipimpin oleh pejabat yang disebit Dantarres. Dantarres pertama adalah Kolonel Polisi Leatemea (1974-1976). Sejalan dengan perubahan Komdak XVII menjadi Komtarres NTT yang menginduk kepada Komdak XV/Bali, terjadi penyesuaian dalam tubuh Brimob. Kompi Brimob yang saat itu bernama Kompi B Yon 414 diubah namanya menjadi Kompi Dak XV-34 Kupang. Sebagai Dankinya dijabat oleh Kapten Polisi Utomo (1974-1977). Pada masa menjelang Timor Timur berintegrasi masuk menjadi NKRI, jajaran Kepolisian Komtarres NTT, termasuk Kompi Dak XV – 34 Kupang ikut andil dalam mengamankan wilayah perbatasan Timor Timur – Timor Barat.
Perubahan bentuk dari Komtarres menjadi Kowil 112 NTT terjadi pada tahun 1976, yakni berkaitan dengan terjadinya perubahan dari Komdak XV/Bali yang berkedudukan di Denpasar berubah statusnya menjadi Polda Nusa Tenggara yang kedudukannya tetap di Denpasar. Pejabat yang memimpinnya disebut Danwil. Sebagai Danwil pertama adalah Kolonel Polisi Drs.FX.Judhomo (1976-1978). Pada tahun 1985, Komando Wilayah 112 Nusa Tenggara Timur (Komwil 112 NTT) diubah namanya menjadi Kepolisian Wilayah Nusa Tenggara Timur pejabat yang memimpinnya disebut Kapolwil. Pada tahun 1996, tepatnya tanggal 26 September, Kepolisian Daerah Nusa Tenggara (Polda Nusra) dilikuidasi menjadi empat Polda yaitu Polda Bali, Polda Nusa Tenggara Barat, Polda Nusa Tenggara Timur, dan Polda Timor Timur. Dengan adanya likuidasi Polda Nusra maka lembaga Kepolisian di NTT terjadi perubahan status dari Polwil menjadi Polda tipe C.
Setahun setelah Timor Timur lepas dari NKRI (Agustus 1999), tepatnya pada bulan Oktober 2000 Polda yang saat itu bertipe ‘C’ dinaikan statusnya menjadi ‘B’. Sejalan dengan peningkatan status ini kepangkatan Kapolda dari Kolonel Polisi menjadi Brigadir Jenderal Polisi. Mengikuti perubahan yang terjadi, yaitu likuidasi Polda Nusra dan terbentuknya Polda NTT, pada tahun 1997 Kompi Brimob dikembangkan statusnya menjadi Satuan Brimob yang membawahi empat Kompi. Berkaitan dengan perubahan status Polda NTT dari tipe C ke tipe B pada tahun 2000 Sar Brimob dikembangkan menjadi 2 Batalyon (membawahi 10 kompi) yaitu Batalyon A berkedudukan di Kupang dan Batalyon B berkedudukan di Maumere.
Perubahan status lembaga kepolisian NTT dari Polwil menjadi Polda tipe C kemudian berkembang lagi menjadi tipe B didasarkan pada pertimbangan atas meningkatnya ancaman dan gangguan kamtibmas sebagai dampak ikutan dari laju pembangunan. Untuk mengantisipasi permasalahan Kamtibmas di wilayah perairan Polda NTT, dibentuklah Satuan Polisi Air dan Udara pada bulan september 1997. Perubahan status Polda dari tipe C menjadi tipe menjadi tipe B merupakan pekerjaan yang cukup berat mengingat sangat terbatasnya sumber daya yang ada. Dengan demikian, hal ini harus dilaksanakan secara bertahap untuk penuntasannya. Pembentukan Polda NTT sudah barang tentu akan menuntut berbagai kesiapan dan perencanaan yang akurat dan berlanjut, baik yang menyangkut aspek personil maupun aspek material dan fasilitas lainnya seperti kantor, perumahan, kendaraan, dan sarana komunikasi yang dapat menunjang pelaksanaan tugas – tugas Kepolisian.
ARTI LOGO POLDA NTT
Arti / makna yang terkandung pada logo Polda NTT adalah sebagai berikut:
- Perisai melambangkan Polri sebagai pelindung, pengayom, pembimbing, dan pelayan masyarakat.
- Lingkaran melambangkan persatuan dan kesatuan.
- Kuda melambangkan kekuatan dan simbol hewan NTT.
- Pita Warna Putih melambangkan kebersamaan, ketulusan, dan kesucian.
- Catya Turangga Wirasakti melambangkan keperkasaan, dengan penuh kesaktian berbakti kepada nusa dan bangsa. Tiga Bidang dalam Lingkaran melambangkan danau Kelimutu sebagai simbol kejayaan NTT, juga melambangkan keberanian, kemakmuran, dan cinta kasih
DOWNLOAD LOGO POLDA NTT
Bagi anda yang ingin mendownload logo Polda Nusa Tenggara Timur dengan format JPG/JPEG (Joint Photographic Experts Group) atau format PNG (Portable Network Graphics) tanpa background dengan tingkat resolusi tinggi atau anda ingin mendownload logo ini pada format vector CDR (CorelDraw) yang bisa diedit kembali guna keperluan desain atau cetak, langsung saja klik link yang disediakan dibawah.
Apabila anda mengalami kendala pada link download, seperti link mati, atau ketidak sesuaian link, atau permasalahan yang lainnya, silahkan sampaikan permasalahan tersebut di kolom komentar agar kendala tersebut bisa segera kami perbaiki. Semoga bermanfaat.
LINK DOWNLOAD
0 Response to "KEPOLISIAN DAERAH NUSA TENGGARA TIMUR (POLDA NTT)"
Posting Komentar