DOWNLOAD LOGO KABUPATEN BARITO UTARA

 
DESKRIPSI
Kabupaten Barito Utara dalah sebuah Kabupaten yang masuk ke dalam wilayah Provinsi Kalimantan Tengah. Secara posisi Kabupaten Barito Utara terletak di titik kordinat 114° 27' 00” -  115° 49' 00” Bujur Timur dan 0° 58’ 30" - 1° 26’ 00" Lintang Selatan, dimana pada sisi sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Kabupaten Murung Raya dan Kabupaten Kutai Barat (Provinsi Kalimantan Timur), sedang pada sisi sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Kutai Barat (Provinsi Kalimantan Selatan), lalu pada sisi sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Barito Selatan dan Kabupaten Tabalong, sedangkan disebelah baratnya berbatasan dengan Kabupaten Kapuas. Secara umum wilayah Kabupaten Barito Utara merupakan kawasan dataran rendah di bagian selatan dan dataran tinggi di bagian utara, dengan tingkat ketinggian antara 200 hingga 1.730 meter diatas permukaan laut. 

Kabupaten Barito Utara sendiri wilayahnya terdiri dari 9 Kecamatan dan 103 Desa. Berdasarkan data statistik pada tahun 2020, jumlah penduduk Kabupaten Barito Utara mencapai 156.977 jiwa. Luas wilayah Kabupaten Barito Utara yaitu 8.300,00 km², sehingga tingkat sebaran penduduknya mencapai 19 jiwa/km². Potensi terbesar kawasan ini ada pada sektor kehutanan, pertambangan (batubara dan emas), sedangkan untuk sektor perkebunan adalah kelapa sawit dan karet. Sektor kehutanan dan perkebunan karet sudah cukup lama turut menyumbang pemasukan bagi negara sedangkan sektor pertambangan seperti tambang emas juga memberi andil yang cukup besar. Tambang batu bara dan perkebunan kelapa sawit saat ini sudah mulai berproduksi yang nantinya diharapkan dapat memberikan pemasukan yang cukup besar bagi negara dan daerah. 

Destinasi wisata yang ada di Kabupaten Barito Utara ada beragam, diantaranya yaitu wisata Gunung Pararawen, hutan yang enutupi kawasan ini menjadi cagar alam alami dengan pesona yang luar biasa, berlokasi di desa Lemo kecamatan Teweh Tengah. Kemudian ada wisata Bendungan Trinsing, menjadi wisata air untuk berenang dan permainan air, berlokasi di desa Trinsing kecamatan Teweh Tengah. Lalu ada wisata Hutan Muara Teweh, ada tanaman bernama kayu bakah yang bila batangnya dipotong bisa mengeluarkan air, berlokasi di desa Melayu kecamatan Teweh Tengah. Serta ada wisata Gunung Lumut, bagi suku Dayak, gunung ini di keramatkan, berada di kawasan Hutan Lindung Lampeong kecamata Gunung Purei. Dan ada wisata Jembatan K.H. Hasan Basri, jembatan sebpanjang 270 meter ini berlokasi di Jl. Yetro Sinseng, Lanjas, kecamatan Teweh Tengah. 

Selain destinasi wisata diatas, kita juga bisa berkunjung ke sejumlah destinasi lainnya seperti wisata Rumah Betang Tambau, merupakan rumah adat suku Dayak yang dibangun sejak tahun 1918, berlokasi di desa Hilir kecamatan Lahei Barat. Kemudian ada wisata Bangkai Kapal Onrust, kapal milik tentara Belanda yang berhasil di tenggelamkan warga Barito Utara di masa perjuangan kemerdekaan, berlokasi di Lalutung Tour kecamatan Teweh Baru. Lalu ada Bumi Perkemahan Panglima Batur, merupakan bumi perkemahan terbesar kedua di Indonesia setelah bumi perkemahan Cibubur, memiliki pemandangan alam yang asri, berlokasi di Trahean kecamatan Teweh Tengah. Kemudian ada wisata Air Terjun Jantur Doyan, suasana asri dengan pepohonan rindang disekitarnya, ada gazebo dan lokasi bermain anak, berada di desa Mukut kecamatan Lahei.

Website resmi Kabupaten Barito Utara : www.baritoutarakab.go.id

SEJARAH KABUPATEN BARITO UTARA
Menurut Staatsblad van Nederlandisch Indië tahun 1849, wilayah Dusun Hulu termasuk daerah ini merupakan bagian dari zuid-ooster-afdeeling berdasarkan Bêsluit van den Minister van Staat, Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indie, pada 27 Agustus 1849, No. 8. Pada tanggal 27 Desember 1946 berdasarkan peraturan Swapraja (Zelfbestuur Regeling) tahun 1938 Pemerintah Nica di Banjarmasin membentuk badan yang bernama Dewan Dayak Besar, dengan wilayah kekuasaan meliputi Afdeeling Kapuas – Barito. Dalam situasi politik yang tidak menentu dan diliputi oleh suasana ketegangan yang melanda seluruh rakyat, maka pada tanggal 14 april 1949 atas desakan seluruh rakyat, Dewan Dayak Besar mengeluarkan pernyataan secara resmi meleburkabn diri kedalam negara republik Indonesia yang pada saat itu ber-ibukota di Yogyakarta. Tindakan  tegas dan berani yang diambil oleh dewan Dayak besar tersebut, kemudian diikuti pula oleh negara-negara bagian lainnya di Kalimantan.

Dalam upaya menetapkan status secara de facto et de jure atas wilayah bekas negara-negara bagian buatan belanda, kedalam wilayah hukum  Republik Indonesia mengeluarkan surat keputusan tanggal 4 april 1950 nomor : 133/s/9 tentang menetapkan Daerah Banjar, Daerah Dayak Besar, Daerah Kalimantan Tenggara hasil bentukan belanda, dihapuskan statusnya dari negara bagian Republik Indonesia Serikat (RIS) kedalam status de facto et de jure negara Republik Indonesia di Yogyakarta. Kemudian untuk lebih memantapkan status pembagian wilayah tersebut diatas, Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia berdasarkan uu no. 22 tahun 1948, mengeluarkan surat keputusan tanggal 29 juni 1950 nomor : c.17/15/3 untuk menetapkan daerah-daerah di Kalimantan yang sudah tergabung kedalam Republik Indonesia dengan administrasi pemerintahan yang terdiri dari 6 ( enam ) status kabupaten.

Selanjutnya Gubernur Kalimantan pada tanggal 3 agustus 1950 mengeluarkan surat keputusan nomor : 154/opb/92/04 yang merupakan dasar bagi daerah untuk melaksanakan surat keputusan Menteri dalam negeri dimaksud. Sejak itu pula lahirlah Kabupaten Barito  Hulu, Barito Tengah, Barito Hilir dan kewedanaan Barito Timur yang beribukota di Muara Teweh. Dalam perkembangan sejarah selanjutnya dikeluarkan undang-undang darurat nomor :3 tahun 1953 tentang pembentukan daerah otonom kabupaten / Daerah Istimewa Tingkat Kabupaten / Kota Besar dalam linkungan Daerah Provinsi Kalimantan. Berdasarkan undang-undang darurat inilah untuk pertama kalinya diadakan penyerahan sebagian urusan pemerintahan kepada daerah-daerah otonom. Kemudian 6 ( enam ) tahun berikutnya lahirlah undang-undang nomor 27 tahun 1959 tentang penetapan undang-undang darurat nomor 3 tahun 1953 menjadi undang-undang tentang pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan . 

Sebagai wujud pelaksanaan undang-undang ini makan pada tahun 1960 Kabupaten Barito di pecahkan menjadi Kabupaten Barito Utara yang ber-Ibukota di Muara Teweh dan Kabupaten Barito Selatan ber-Ibukota di Buntok. Berdasarkan kajian sejarah tersebut diatas, maka ditetapkan hari jadi Kabupaten Barito Utara adalah pada tanggal 29 juni 1950 sejak dikeluarkan keputusan Menteri Dalam Negeri nomor : c.17/15/3 tanggal 29 juni 1950 tentang pembentukan daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri Dan selanjutnya setelah mendaptkan persetujuan DPRD Kabupaten Daerah Tingkat II Barito Utara melalui Surat Keputusan nomor : 55/skDPRD/1985 tanggal 9 novemper 1985, Bupati Kepala Daerah Tingkat II Barito Utara pda tanggal 10 februari 1986 mengeluarkan sura keputusan nomor 74 tahun 1986 tentang penetapan hari jadi Kabupaten Daerah Tingkat II Barito Utara yaitu jatuh pada tanggal 29 juni.

ARTI LOGO KABUPATEN BARITO UTARA
Berikut adalah makna/arti dari logo Kabupaten Barito Utara :

PERISAI / TELAWANG / KALABET
Perisai atau Telawang atau Kalabet merupakan alat untuk mempertahankan diri yang digunakan menahan serangan musuh dengan senjata tajam. Alat Telabang atau Kelabet ini terkenal di seluruh Kalimantan, juga di Barito Utara dalam kesenian Tari Kenyah yaitu semacam tari perang dari Suku Dayak, Kelabet digunakan. selain bentuk perisai juga bentuk ini dihakekatkan sebagai bentuk JANTUNG, dengan maksud menggambarkan keadaan letak daerah, terletak pada centrum, tengah-tengah pulau Kalimantan. Daerah Barito Utara terletak di Daerah Equator Selatan lebih kurang 0,75 derajat dan sekitar 115 derajat di sebelah Timur Greenwich.

GARIS DIAGONAL
 Ini digambarkan dengan meletakkan garis diagonal bentang selendang dari kanan ke kiri bawah, garis diapit oleh warna hijau dan kuning untuk melambangkan bahwa daerah diapit oleh dua buah pegunungan yaitu Pegunungan Schwaner Muller dan Meratus. Sedang warna yang diambil untuk Lambang Daerah ini adalah merah, hijau, kuning dan hitam. Merah untuk melambangkan kepahlawanan dan keberanian, kuning melambangkan kesabaran, hijau melambangkan kesuburan dan kemakmuran serta hitam melambangkan keteguhan dan keadilan.

TALI TENGANG
Tali ini dibuat dari serabut sejenis akar yang tumbuh atau ditanam, Tali tengang dijadikan tali temali, alat nelayan seperti tali pancing, rengge dan lain-lain yang lambat laun akan musnah dan diganti oleh alat-alat yang lebih modern seperti nilon dan lain sebagainya. Segi magis tali ini dianggap melambangkan sesuatu yang tidak mudah putus, kokoh, dengan demikian melambangkan juga kebulatan tekad rakyat Barito Utara dalam rangka persatuan nasional.

BINTANG SEGI LIMA
Bintang melambangkan Ketuhanan yang Maha Esa. Segi lima bintang tersebut melambangkan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia.

RUMAH (BETANG)
Rumah atau lazimnya disebut Betang tempat kediaman suku dayak di beberapa daerah Kalimantan Tengah termasuk di wilayah Barito Utara, pada zaman dahulu dibuat secara khas dan mempunyai maksud-maksud tertentu. Konstruksinya sedemikian rupa dengan kamar serta ruang yang memungkinkan berpuluh keluarga dapat tinggal dengan rukun dan aman. Rumah (Betang) dibuat memanjang dengan tiang-tiang yang tinggi dengan satu tangga yang disebut tangga lempang yaitu kayu bulat ditarah menjadi lekuk-lekuk. Dibuat dengan tiang yang tinggi dimaksudkan untuk atau keluarga dari serangan musuh ataupun binatang buas di malam hari. Untuk keperluan itu malam hari tangga lempang ini diangkat ke atas rumah, sehingga tidak bisa dimasuki (oleh musuh) dengan memanjat tiang rumah. Perlambangan rumah (Betang) ini menunjukkan sifat-sifat khas Suku Dayak yaitu kewaspadaan, ketelitian, hati-hati daya upaya mempertahankan keluarga, kerukunan hidup dan persatuan. Tetapi ia tidak berarti menutup pintu bagi maksud-maksud yang baik sesuatu yang baik malah diterima dengan ramah tamah dengan dada terbuka, dilayani secara bersahabat menunjukan sifat-sifat perdamaian dan persatuan.

PERAHU (SUDUR)

Perahu ini bahannya dibuat dari sebatang pohon yang kuat, dibelah dua kemudian dibentuk menjadi semacam bodi/perahu dengan lambung yang rendah. Kelihatannya sangat surut sehingga menghawatirkan bagi yang tidak pernah naik di dalamnya. Namun sebenarnya bentuk ini adalah praktis, tahan gelombang, praktis untuk melintasi riam-riam dan bila perlu dapat digotong. Sesuai dengan keadaan geografis daerah Barito Utara yang terdiri dari Sungai Barito dengan anak sungai dan hutan rimbanya maka perahu ini dibuat dari bahan alam yang ada sebagai hasil kultural yang asli, ia juga tentu dari alat tata kehidupan untuk pergi berhuma sebagai alat pengangkutan, alat komunikasi antar desa bahkan ia gunakan oleh pahlawan-pahlawan seperti Panglima Batur dan lain-lainnya dalam kegiatan perjuangan melawan tentara Belanda. Sebagai alat pengangkutan perahu (sudur) ini pun dapat pula diberi dinding-dinding papan yang kuat (TAMBIT bahasa daerah).

MANDAU
Mandau adalah suatu senjata yang diciptakan oleh nenek moyang Suku Dayak di Kalimantan umumnya dan Barito Utara khususnya. Ia dibuat dari besi yang kuat dan baik, dan Suku Dayak mempercayai tingkat-tingkat keampuhan atau kesaktian besi. Dalam hubungan ini terkenallah besi Montallat di antara bahan-bahan untuk membuat senjata ini. Senjata ini digunakan untuk menghadapi musuh, tetapi juga untuk merantas hutan dan bertani. Para pahlawan dahulu menggunakan Mandau sebagai senjata yang tidak dapat terpisahkan tubuh kemana pun pergi selalu dibawa. Mandau diberi hulu dari tanduk atau kayu yang terpilih dengan ukiran-ukiran, ukiran-ukiran pada hulu mandau ini dapat membedakan tempat asal-usul mandau dibuat, oleh suku mana dan tingkat derajat orang yang memakainya. Hal ini dapat diketahui dari gaya maupun motif ukirannya. Pada hulunya disisipkan pula rambut, semuanya ini untuk menambah keangkeran dan keampuhannya. Dalam lambang daerah dilambangkan mandau terhunus untuk melambangkan kesiap-siagaan setiap saat menghadapi segala kemungkinan juga melambangkan kesanggupan, kewaspadaan dan dengan penuh keberanian serta keyakinan akan kemenangan-kemenangan yang dicapai, menggambarkan juga dinamika rakyat daerah Barito Utara.

SUMPITAN (SIPET)
Sumpitan (sipet) merupakan pula salah satu sejata Suku Dayak di Kalimantan umumnya dan Barito Utara khususnya, sebagai alat untuk berburu maupun menyerang musuh dan melawan segala mara bahaya yang menimpa. Menurut kepercayaan Suku Dayak bahwa senajata sumpitan (sipet) tidak boleh digunakan untuk membunuh sesama umat manusia. Anak sumpitan diberikan suatu zat racun yang diperoleh dari getah sesuatu akar yang diolah sedemikian rupa lalu lazim disebut Ipu. Karena itu barang siapa terkena ipu maka ia akan mati . Ipu ditaruh (digosok) pada ujung anak sumpitan. Sebelum digunakan anak sumpitan tersebut disiapkan dalam suatu tempat yang khusus untuk itu yang disebut Telep. Cara melepaskan dengan meniup sekeras mungkin melaui lubang sumpitan yang lurus. Jarak capai anak sumpitan ini cukup jauh sehingga ia merupakan senjata yang praktis untuk berburu. Nenek moyang Suku Dayak mengharapkan bahwa setiap orang harus jujur, lurus seperti lobang sumpitan sehingga dapatlah tercipta ketulusan dan perdamaian.

GONG
Gong merupakan perlambang alat kekayaan, sebagai alat komunikasi yang vital dan alat seni budaya. Dikalangan Suku Dayak memiliki beberapa benda yang digunakan di antaranya seperti gong, dianggap sebagai ciri kekayaan. Disamping itu gong merupakan fungsi tertinggi dalam zaman leluhur rakyat Barito Utara. Dalam beberapa keadaan tertentu gong mempunyai arti sebagai alat komunikasi. Misalnya pemberitahuan adanya kematian. Gong dibunyikan tiga kali berturut-turut dalam waktu tertentu selama mayat masih belum dimakamkan (gong TITI). Bunyi ini didengar sampai pada kampung-kampung yang jauh sehingga kaum kerabat dari tempat jauh datang untuk menghadiri upacara pemakaman. 
 
Sebagai alat komunikasi gong juga dibunyikan untuk pemberitahuan-pemberitahuan, baik adanya bahaya, musuh datang dari luar, kebakaran atau panggilan untuk sesuatu pekerjaan gotong royong.Gong juga mempunyai peranan dalam seni budaya, upacara-upacara seperti “BUKAS”, “TIWAH”, upacara penyambutan tamu-tamu yang dihormati, perkawinan, acara kesenian lain-lainnya. Dalam hubungan ini gong dilambangkan sebagai perlambang alat kekayaan, kegotong-royongan dan bersifat keriangan. Dengan demikian digambarkan bahwa masyarakat Barito Utara dalam menghadapi tugas-tugas yang berat sekali pun tanpa pamrih akan melaksanakannya dan juga menjunjung tinggi kebudayaan dan kesenian asli, menunjukan kepribadian sendiri atas dasar prinsip-prinsip gotong royong, musyawarah dan mufakat.

PADI DAN KAPAS
Padi adalah bahan pangan pokok yang melambangkan kemakmuran. Jumlah 45 butir melambangkan tahun proklamasi kemerdekaan bangsa indonesia. Kapas adalah bahan yang melambangkan kemakmuran rakyat Barito Utara Khususnya. Jumlah kapas 17 biji merupakan tanggal proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Tangkai kapas dan tangkai padi disimpulkan oleh simpul sebanyak 26 buah melambangkan tanggal pembentukan Kabupaten Barito Utara, yaitu tanggal 26 Juni 1959. Daun kapas dan daun padi yang berjumlah 6 helai melambangkan bulan pembentukan Kabupaten Barito Utara yaitu bulan 6, Juni.

IYA MULIK BENGKANG TURAN
Menunjukkan nama kabupaten dengan “IYA MULIK BENGKANG TURAN” sebagai mottonya, yang artinya pantang menyerah sebelum berhasil.

DOWNLOAD LOGO KABUPATEN BARITO UTARA
Untuk mendownload logo Kabupaten Barito Utara dengan format JPG/JPEG (Joint Photographic Experts Group), PNG (Portable Network Graphics) tanpa background atau CDR (CorelDraw) untuk yang bisa diedit, langsung saja klik link dibawah ini:
 
 
LINK DOWNLOAD

>>  LOGO KABUPATEN BARITO UTARA  <<
Format JPG   |   Format PNG   |   Format CorelDraw

0 Response to "DOWNLOAD LOGO KABUPATEN BARITO UTARA"

Posting Komentar