DOWNLOAD LOGO PROVINSI PAPUA

 
DESKRIPSI
Provinsi Papua adalah sebuah Provinsi yang masuk ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Secara posisi Provinsi Papua terletak di titik kordinat 138° 05' 00” - 140° 30' 00” Bujur Timur dan 1° 35’ 00" - 3° 35’ 00"Lintang Selatan, dimana pada sisi sebelah utara berbatasan dengan Samudera Pasifik, sedang pada sisi sebelah timur berbatasan dengan Papua Nugini, lalu pada sisi sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Hindia, Laut Arafuru, Teluk Carpentaria dan Negara Australia, sedangkan disebelah baratnya berbatasan dengan Provinsi Papua Barat dan Provinsi Maluku. Kabupaten Puncak Jaya merupakan kota tertinggi di pulau Papua, sedangkan kota yang terendah adalah kota Merauke. Dengan ketinggian 4.884 m, Puncak Jaya merupakan puncak tertinggi di Indonesia sekaligus di Oseania.  

Provinsi Papua sendiri wilayahnya terdiri dari 28 Kabupaten, 1 Kotamadya,  556 Kecamatan, 93 Kelurahan dan 5.387 Desa. Berdasarkan data statistik pada tahun 2020, jumlah penduduk Provinsi Papua mencapai 4.303.707 jiwa. Luas wilayah Provinsi Papua yaitu 312.224,37 km², sehingga tingkat sebaran penduduknya mencapai 14 jiwa/km². otensi ekonomi di Papua sangatlah tinggi, Kekayaan alam papua begitu kaya dan itu semua belum digali. meskipun papua kaya akan sumber daya alamnya, papua masih bergantung pada Freeport. Aktivitas ekonomi pada triwulan pertama 2019 yang tidak sepadat triwulan keempat 2018 menyebabkan hampir seluruh lapangan usaha mengalami pertumbuhan negatif pada lapangan usaha pertambangan dan penggalian merupakan kategori berkontraksi paling dalam yaitu sebesar minus 25,04 persen,  turunnya produksi tambang Freeport. Produksi bijih logam PT Freeport pada triwulan pertama mengalami penurunan produksi diakibatkan masa transisi penambangan dari tambang terbuka (open pit) ke tambang bawah tanah Grasberg Block Cave (GBC). 

Provinsi Papua terbagi kedalam 28 Kabupaten dan 1 Kota, yaitu:

  • Kabupaten Asmat
  • Kabupaten Biak Numfor
  • Kabupaten Boven Digoel
  • Kabupaten Deiyai
  • Kabupaten Dogiyai
  • Kabupaten Intan Jaya
  • Kabupaten Jayapura
  • Kabupaten Jayawijaya
  • Kabupaten Keerom
  • Kabupaten Kepulauan Yapen
  • Kabupaten Lanny Jaya
  • Kabupaten Mamberamo Raya
  • Kabupaten Mamberamo Tengah
  • Kabupaten Mappi
  • Kabupaten Merauke
  • Kabupaten Mimika
  • Kabupaten Nabire
  • Kabupaten Nduga
  • Kabupaten Paniai
  • Kabupaten Pegunungan Bintang
  • Kabupaten Puncak
  • Kabupaten Puncak Jaya
  • Kabupaten Sarmi
  • Kabupaten Supiori
  • Kabupaten Tolikara
  • Kabupaten Waropen
  • Kabupaten Yahukimo
  • Kabupaten Yalimo
  • Kota Jayapura

Kesenian dan kebudayaan yang ada di Provinsi Papua cukup beragam. Kelompok suku asli di Papua termasuk kelompok suku terbanyak di Indonesia, terdapat ratusan suku di Papua. Berikut 25 suku yang lebih diketahui masyarakat Indonesia, suku-suku tersebut antara lain yakni Suku Ansus, Amungme, Asmat, Ayamaru, mendiami daerah Sorong. Kemudian suku Bauzi, Biak, Dani, Damal, Empur, mendiami daerah Kebar dan Amberbaken. Kemudian suku Enggros, Fayu, Hatam, mendiami daerah Ransiki dan Oransbari, Iha, Kamoro, Korowai, Mandobo atau Wambon, Mee, mendiami daerah pegunungan Paniai. Selanjutnya suku Meyakh, mendiami Kota Manokwari, Moskona, mendiami daerah Merdei, Muyu, Nafri, Sentani, mendiami sekitar danau Sentani, Serui, Souk, mendiami daerah Anggi dan Menyambouw, Tobati, Waropen, Wamesa dsn suku lainnya.

Salah satu senjata tradisional di Papua adalah Pisau Belati. Senjata ini terbuat dari tulang kaki burung kasuari dan bulunya menghiasi hulu Belati tersebut. senjata utama penduduk asli Papua lainnya adalah Busur dan Panah. Busur tersebut dari bambu atau kayu, sedangkan tali Busur terbuat dari rotan. Anak panahnya terbuat dari bambu, kayu atau tulang kangguru. Tifa merupakan alat musik khas Indonesia bagian Timur, khususnya Maluku dan Papua. Alat musik ini bentuknya menyerupai kendang dan terbuat dari kayu yang di lubangi tengahnya. Ada beberapa macam jenis alat musik Tifa seperti Tifa Jekir, Tifa Dasar, Tifa Potong, Tifa Jekir Potong dan Tifa Bas. Noken merupakan tas tradisional khas asli Papua. Noken berbentuk jaring-jaring yang terbuat dari akar kayu pohon atau daun yang dikeringkan berupa tali-tali yang kuat dan dirajut menjadi tas jaring. 

Website resmi Provinsi Papua :
www.papua.go.id

SEJARAH PROVINSI PAPUA
Dalam catatan yang tertulis di dalam kitab Nagarakretagama, Papua juga termasuk kedalam wilayah kerajaan Majapahit (1293–1520). Selain tertulis dalam kitab yang merupakan himpunan sejarah yang dibuat oleh pemerintahan Kerajaan Majapahit tersebut, masuknya Papua kedalam wilayah kekuasaan Majapahit juga tercantum di dalam kitab Prapanca yang disusun pada tahun 1365. Walaupun terdapat kontroversi seputar catatan sejarah tersebut, hal itu menegaskan bahwa Papua adalah sebagai bagian yang tidak terlepas dari jaringan kerajaan-kerajaan di Asia Tenggara yang berada di bawah kontrol kekuasaan kerajaan Majapahit. Selama berabad-abad dalam paruh pertama milenium kedua, telah terjalin hubungan yang intensif antara Papua dengan pulau-pulau lainnya di Indonesia, yang hubungan tersebut bukan hanya sekadar kontak perdagangan yang bersifat sporadis antara penduduk Papua dengan orang-orang yang berasal dari pulau-pulau terdekat. 

Pada sekitar tahun 200 M, ahli geografi bernama Klaudius Ptolemaeus (Ptolamy) menyebut pulau Papua dengan nama Labadios. Sampai saat ini tak ada yang tahu, kenapa pulau Papua diberi nama Labadios. Sekitar akhir tahun 500 M, oleh bangsa Tiongkok diberi nama Tungki. Hal ini dapat diketahui setelah mereka menemukan sebuah catatan harian seorang pedagang Tiongkok, Ghau Yu Kuan yang menggambarkan bahwa asal rempah-rempah yang mereka peroleh berasal dari Tungki, nama yang digunakan oleh para pedagang Tiongkok saat itu untuk Papua. Selanjutnya, pada akhir tahun 600 M, Kerajaan Sriwijaya menyebut nama Papua dengan menggunakan nama Janggi. Dalam buku Kertagama 1365 yang dikarang Pujangga Mpu Prapanca “Tungki” atau “Janggi” sesungguhnya adalah salah eja diperoleh dari pihak ketiga yaitu Pedagang Tiongkok Chun Tjok Kwan yang dalam perjalanan dagangnya sempat menyinggahi beberapa tempat di Tidore dan Papua.

Di awal tahun 700 M, pedagang Persia dan Gujarat mulai berdatangan ke Papua, juga termasuk pedagang dari India. Tujuan mereka untuk mencari rempah-rempah di wilayah ini setelah melihat kesuksesan pedangang asal China. Para pedagang ini sebut nama Papua dengan Dwi Panta dan Samudranta, yang artinya Ujung Samudra dan Ujung Lautan. Pada akhir tahun 1300 M, Kerajaan Majapahit menggunakan dua nama, yakni Wanin dan Sram. Nama Wanin, tentu tidak lain dari semenanjung Onin di daerah Fak-Fak dan Sram, ialah pulau Seram di Maluku. Ada kemungkinan, budak yang dibawa dan dipersembahkan kepada Majapahit berasal dari Onin dan yang membawanya ke sana adalah orang Seram dari Maluku, sehingga dua nama ini disebut. Pada abad ke-14, kepulauan Papua dikuasai oleh Kerajaan Tidore, dan baru pada abad ke-16, Kesultanan Ternate dan Kesultanan Tidore memiliki wilayah dari Sulawesi dan Papua.

Nama Papua sendiri berasal dari kata Papa-Ua, yaitu penamaannya oleh Kerajaan Tidore, dimana dalam bahasa Tidore, itu berarti tidak bergabung atau tidak bersatu, yang artinya di pulau ini tidak ada raja yang memerintah. Kerajaan Ternate, memiliki wilayah sebelah Barat; pesisir Timur Sulawesi, termasuk Sule dan Kepulauan Banggai, Seram Barat (jazirah Hoamal) dan Kepulauan Ambon. Sedangkan Kerajaan Tidore menguasai bagian Timur, dari Kepulauan Raja Ampat hingga Papua sekarang. Peranan kedua kerajaan besar ini mulai menurun dikarenakan mulai masuknya para pedagang dari Eropa ke Nusantara yang menjadikan awal kolonialismenya. Tidore mengorganisir wilayahnya tersebut menjadi, Korano Ngaruha artinya Kepulauan Raja Ampat, Papo Ua Gamsio ( Papo Ua sembilan negeri) dan Mafor Soa Raha ( Mafor Empat Soa ).

Pada tahun 1511 M, Antonio d’Arbau pelaut asal Portugis menyebut wilayah Papua dengan nama “Os Papuas” atau llha de Papo. Don Jorge de Menetes, pelaut asal Spanyol juga sempat mampir di Papua beberapa tahun kemudian (1526 – 1527), ia tetap menggunakan nama Papua. Ia sendiri mengetahui nama Papua dalam catatan harian Antonio Figafetta, juru tulis pelayaran Magelhaens yang mengelilingi dunia menyebut dengan nama Papua. Nama Papua ini diketahui Figafetta saat ia singgah di pulau Tidore. Berikutnya, pada tahun 1528 M, Alvaro de Savedra, seorang pimpinan armada laut Spanyol beri nama pulau Papua Isla de Oro atau Island of Gold yang artinya Pulau Emas. Ia juga merupakan satu-satunya pelaut yang berhasil menancapkan jangkar kapalnya di pantai utara kepulauan Papua. Dengan penyebutan Isla Del Oro membuat tidak sedikit pula para pelaut Eropa yang datang berbondong-bondong untuk mencari emas yang terdapat di pulau emas tersebut.

Pada tahun 1545 M, pelaut asal Spanyol Inigo Ortiz de Retes memberi nama Nueva Guinea atau Gova Guinea (Pulau Guinea Baru). Ia awalnya menyusuri pantai utara pulau ini dan karena melihat ciri-ciri manusianya yang berkulit hitam dan berambut keriting sama seperti manusia yang ia lihat di belahan bumi Afrika bernama Guinea, maka diberi nama pulau ini Nueva Guinee/Pulau Guinea Baru, dan dimulailah era kolonialisme Belanda di Papua. Pada tahun 1606 M, sebuah ekspedisi Duyfken dipimpin oleh komandan Wiliam Jansen dari Belanda mendarat di Papua. Ekspedisi ini terdiri atas 3 kapal, dimana mereka berlayar dari pantai Utara Jawa dan singgah di Kepulauan Kei, Aru pantai Barat Daya Papua, dan mengenalnya sebagai Papua dari Jorge de Menetes. Irian sendiri dalam bahasa Melayu berarti berambut keriting, sedangkan bahasa Politisasi Indonesia adalah Ikuti Republik Indonesia Anti Nederlands IRIAN sedangkan dalam Bahasa Arab artinya tidak berbusana. 

Dan seiring dengan meluasnya kekuasaan Belanda, maka tahun 1663, Spanyol meninggalkan Papua. Sebagai usaha untuk memperkuat kedudukannya di Papua, pada tahun 1770, Belanda mengubah nama Papua menjadi Nieuw Guinea yang merupakan terjemahan ke dalam bahasa Belanda atas Gova Guinea atau Nova Guinea dan diterbitkan dalam peta internasional yang diterbitkan oleh Isaac Tiron, seorang pembuat peta berkebangsaan Belanda pada abad ke 18. Dengan dimuatnya ke dalam peta tersebut, maka daerah ini kian terkenal di negara-negara Eropa. Pada tahun 1774, kekuasaan Belanda atas Papua jatuh ke tangan Inggris. Di mana pada tahun 1775, nakhoda kapal La Tartare, Kapten Forrest dari Inggris berlabuh di Manokwari, Teluk Doreri, dan pada tahun 1793, Papua menjadi daerah koloninya yang baru. Berdasarkan perintah Gubernur Inggris berkedudukan di Maluku, mereka mulai membagi garis pulau dan mendirikan Benteng Coronation di Teluk Doreri. 

Namun Kamaludin Syah, Sultan Tidore yang berkuasa atas seluruh Kesultanan Tidore ( dimana pulau Papua bagian Barat klaim masuk dalam wilayah kekuasaannya milik Belanda) menentang pendiriannya, sehingga pada tahun 1814, Inggris meninggalkan Papua. Pada 24 Agustus 1828 berdirilah benteng Fort Du Bus di Teluk Trinton oleh A.J. van Delden atas nama Raja Willem I, sebagai penanda mulainya kolonialisme Belanda di Papua dengan diwujudkannya kerjasama dalam bentuk penandatanganan surat perjanjian dengan tiga raja yaitu Raja Namatote, Kasa (Raja Lokaijhia) dan Lutu (orang kaya di Lobo, Mewara dan Sendawan). Mereka mendapatkan pengakuan sebagai kelapa daerah dan tongkat kekuasaannya yang berkepala perak dari Belanda, di mana secara bersamaan juga diangkat 28 kepala daerah bawahannya. Tahun 1884, Papua New Guinea dikuasai oleh Inggris, dan pada tahun yang sama, Timur Laut Papua dikuasai oleh Jerman. 

Perebutan kekuasaan ini baru berakhir pada 16 Mei 1895 di Den Haag diadakan pertemuan antara Belanda dan Inggris mengenai penetapan batas wilayahnya, dan dikenal sebagai Perjanjian Den Haag (1895), serta termaktub dalam Staatsblaad van Nederlandsch Indie 1895 No. 220 dan 221 tertanggal 16 Mei 1895, dimana garis batasnya adalah Sungai Bensbach. Sungai ini membagi wilayah Papua Barat menjadi kekuasaan Belanda dan Papua Timur atau dikenal sebagai Papua Nugini sebagai wilayah Inggris. Wilayah kekuasaan Kerajaan Belanda. selanjutnya dikenal sebagai Nederlands Nieuw Guinea. Setelah mendeklarasikan kemerdekaan Indonesia, Indonesia mencari dukungan baik secara militer maupun diplomasi. Beberapa usaha perjuangan diplomasi oleh pihak RI dilakukan melalui Perjanjian Linggarjati pada 1946, Perjanjian Renville pada 1948, dan Perjanjian Roem-Royen pada 1949. 

Pada sidang BPUPKI 11 Juni 1945, berbeda dengan mayoritas anggota BPUPKI yang menginginkan Indonesia merdeka meliputi seluruh bekas Hindia Belanda, Malaya, Borneo Utara, Mohammad Hatta tidak setuju, “Saya sendiri ingin mengatakan bahwa Papua sama sekali tidak saya pusingkan, bisa diserahkan kepada bangsa Papua sendiri. Bangsa Papua juga berhak menjadi bangsa merdeka,” kata Hatta. Lanjutnya “Kalau sudah ada bukti, bukti bertumpuk-tumpuk yang mengatakan bahwa bangsa Papua sebangsa dengan kita dan bukti-bukti itu nyata betul-betul, barulah saya mau menerimanya. Tetapi buat sementara saya hanya mau mengakui, bahwa bangsa Papua adalah bangsa Melanesia,” yang tercatat dalam Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) 29 Mei 1945—19 Agustus 1945.

Pada tahun 1945, oleh Residen JP Van Eechoud dibentuklah sekolah Bestuur. Di sana ia menunjuk Admoprasojo, mantan diguli, menjadi Direktur Sekolah Bestuur untuk mendidik Anak-anak Papua untuk menyediakan Kaum Terpelajar Papua. Sementara itu Admoprsojo menggunakan posisinya untuk membujuk murid-muridnya bahwa pemerintah Belanda adalah penjajah dan upaya Pemerintah Belanda adalah upaya melanjutkan Penjajahan di Papua maka ia meminta kaum terpelajar harus ikuti kemerdekaan Indonesia. Beberapa murid yang setuju melakukan pertemuan tertutup di Tobati, Port Numbay kini Jayapura. Untuk melawan upaya Dekolonisasi Papua oleh Pemerintah Belanda turut dibicarakan penggantian sebuah nama oleh Frans Kaisiepo selaku ketua Panitia kemudian mengambil sebuah nama yaitu Irian dari sebuah mitos Manseren Koreri, sebuah legenda yang termahsyur dan dikenal luas oleh masyarakat luas Biak, yaitu Irian. 

Nama itu dimanipulasi dari bahasa Biak Numfor, “Iri” artinya tanah, "an" artinya panas. Dengan demikian nama Irian artinya tanah panas. Pada perkembangan selanjutnya, setelah diselidiki ternyata terdapat beberapa pengertian yang sama di tempat seperti Serui dan Merauke. Dalam bahasa Serui, "Iri" artinya tanah, "an" artinya bangsa, jadi Irian artinya Tanah bangsa, sementara dalam bahasa Merauke, "Iri" artinya ditempatkan atau diangkat tinggi, "an" artinya bangsa, jadi Irian adalah bangsa yang diangkat tinggi. Pada perkembangan selanjutnya nama Irian menjadi akronim untuk Ikuti Republik Indonesia Anti Nederlands sebagai Kampanye Menentang Kemerdekaan Papua yang tengah diupayakan oleh Pemerintah Belanda. Pada tanggal 23 Agustus 1949 Konferensi Meja Bundar (KMB) dilakukan di Deen Hag, Belanda sebagai upaya pengakuan Kemerdekaan Republik Indonesia.

Untuk wilayah Irian, Pemerintah Belanda menolak digabungkannya wilayah tersebut ke dalam Republik Indonesia Serikat karena telah mendaftarkan Wilayah Non Self Government Territory di PBB yang akan didekolonisasi menjadi sebuah Negara Merdeka. Tanggal 15 Agustus 1962 dilakukan Perjanjian New York yang dimediasi oleh Amerika Serikat yang berisi penyerahan Papua bagian barat dari Belanda melalui United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA) kepada Indonesia. Sedangkan United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA), sebuah badan khusus yang dibentuk PBB untuk mengawasi act free choice di Papua yang pada tahun 1969 menggunakan dua nama untuk Papua, yaitu West New Guinea/West Irian. Saat itu delegasi Indonesia dipimpin oleh Subandrio, dengan perwakilan asal Papua meliputi J.A. Dimara, Karaboy, Frits Kiriheo, Silas Papare, M. Indey, dan Somisu

Pada tanggal 14 Juli–2 Agustus 1969 untuk menentukan status daerah bagian barat Pulau Papua, antara milik Belanda atau Indonesia. 1.025 laki-laki dan perempuan dipilih menjadi delegasi wilayahnya dan secara aklamasi memilih bergabung dengan Indonesia. Berikutnya, nama Papua atau Nederlands Nieuw Guinea diganti menjadi Irian Barat sejak 5 Mei 1963 saat wilayah diserahkan dari Belanda ke dalam Negara Republik Indonesia.  Kemudian pada tanggal 1 Maret 1973 sesuai dengan peraturan Nomor 5 tahun 1973 nama Irian Barat resmi diganti oleh Presiden Soeharto menjadi nama Irian Jaya. Memasuki era reformasi sebagian masyarakat menuntut penggantian nama Irian Jaya menjadi Papua. Presiden Abdurrahman Wahid memenuhi permintaan sebagian masyarakat tersebut. Dalam acara kunjungan resmi kenegaraan Presiden, sekaligus menyambut pergantian tahun baru 1999 ke 2000, pagi hari tanggal 1 Januari 2000, dia memaklumkan bahwa nama Irian Jaya saat itu diubah namanya menjadi Papua seperti yang diberikan oleh Kesultanan Tidore pada tahun 1800-an. 

ARTI LOGO PROVINSI PAPUA
Berikut adalah makna/arti dari logo Provinsi Papua :
  1. Wadah Lambang Daerah berbentuk PERISAI BERPAJU LIMA adalah menggambarkan kesiap-siagaan dan ketahanan. Paju lima  menunjukkan jumlah sila dalam Pancasila.
  2. Tiga buah TUGU yang masing-masing berwarna abu-abu, sebelah  kanan dan berwarna putih sebelah kiri di atas TUMPUKAN BATU persegi panjang, bersusun 2 (dua) masing-masing berderet 6 (enam) dan 9 (sembilan) yang berwarna putih bergaris-garis batas hitam melambangkan Perjuangan TRIKORA dan kemenangan PEPERA Tahun 1969.
  3. Tumpukan batu tersebut juga melambangkan Dinamika Pembangunan di Daerah ini.
  4. Setangkai BUAH PADI yang berisi 17 (tujuh belas) butir padi berwarna kuning bertangkai  kuning pula yang terdapat di sebelah kanan dan setangkai BUAH KAPAS yang terdiri dari 8 (delapan) buah berwarna putih bertangkai Hijau Tua yang terdapat disebelah kiri daripada tiga  buah Tugu tersebut yang diikat dengan sehelai PITA berwarna merah berlekuk 4 (empat) dan berjurai 5 (lima) adalah melukiskan kesatuan dan persatuan Bangsa yang dijiwai oleh semangat Proklamasi 17 Agustus 1945 untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur.
  5. Tiga buah GUNUNG berjajar yang sama tingginya berwarna hijau tua dan berpuncak putih salju adalah menggambarkan ciri khas Daerah Papua.
  6. Tulisan "Papua" dalam huruf cetak yang berwarna kuning adalah menggambarkan keluhuran / keagungan cita.

Arti Warna:
  • Warna dasar kuning emas  pada bagian bawah perisai dan pita tersebut melambangkan keagungan yang mengandung pengertian sebagai gambaran cita usaha pengalian hasil - hasil kekayaan bumi dan alamnya.
  • Warna dasar biru tua pada bagian atas perisai tersebut, melukiskan kekayaan lautan/ perairan Papua.
  • Warna Jalur kuning melingkari tepian perisai tersebut menggambarkan keyakinan tercapainya segala usaha dan perjuangan.
  • Warna Jalur hitam yang melingkari pita dan warna tulisan hitam menggambarkan kemantapan dan kebulatan tekad untuk berkarya swadaya.
  • Warna abu-abu putih dan bergaris-garis hitam pada tugu melambangkan ketenangan dan kesucian.
  • Warna hijau tua tiga buah gunung dan tangkai dari buah kapas itu, melambangkan kesuburan tanah / kekayaan alam daratan Papua.

DOWNLOAD LOGO PROVINSI PAPUA
Untuk mendownload logo Provinsi Papua dengan format JPG/JPEG (Joint Photographic Experts Group), PNG (Portable Network Graphics) tanpa background atau CDR (CorelDraw) untuk yang bisa diedit, langsung saja klik link dibawah ini:
 
download-logo-provinsi-papua-vector-coreldraw-logoawal

LINK DOWNLOAD

>>  LOGO PROVINSI PAPUA  <<
Format JPG   |   Format PNG   |   Format CorelDraw

0 Response to "DOWNLOAD LOGO PROVINSI PAPUA"

Posting Komentar