DOWNLOAD LOGO KABUPATEN ACEH TAMIANG (ACEH TAMIANG REGENCY)

 
DESKRIPSI
Kabupaten Aceh Tamiang adalah sebuah kabupaten yang masuk ke dalam wilayah provinsi Aceh. Secara posisi Kabupaten ini terletak di kordinat 97° 43’ 41,51” –  98° 14’ 45,41” Bujur Timur dan 3° 53’ 18,81" –  4° 32’ 56,76" Lintang Selatan, dimana pada sisi sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Aceh Timur dan Kota Langsa, sedang pada sisi sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Selat Malaka, lalu pada sisi sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Kabupaten Gayo Lues, sementara di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Timur dan Kabupaten Gayo Lues. Wilayah Kabupaten Aceh Tamiang secara umum merupakan wilayah dataran rendah.

Kabupaten Aceh Tamiang sendiri wilayahnya terdiri dari 12 Kecamatan dan 213 Gampong. Berdasarkan data statistik pada tahun 2017, jumlah penduduk Kabupaten Aceh Tamiang mencapai 287.733 jiwa. Luas wilayah Kabupaten Aceh Tamiang yaitu 1.956,72 km², sehingga tingkat sebaran penduduknya mencapai 147 jiwa/km². Kabupaten Aceh Tamiang merupakan kawasan kaya minyak dan gas, meski jumlahnya tidak sebesar Kabupaten Aceh Utara, dan kawasan ini juga merupakan salah satu pusat perkebunan kelapa sawit di Aceh. Di samping itu, Aceh Tamiang juga mengandalkan sektor angkutan karena posisinya yang strategis, dan angkutan air merupakan salah satu primadona alternatif karena kabupaten ini dialiri dua sungai besar yakni Sungai Tamiang dan Sungai Kaloy. Kabupaten Aceh Tamiang juga mengandalkan sektor pertanian, industri pengolahan dan perdagangan. 
    
Destinasi wisata yang ada di Kabupaten Aceh Tamiang ada beragam, diantaranya yaitu wisata Kuala Paret  merupakan bebatuan cadas berbentuk unik yang seolah diukir oleh aliran sungai hijau yang ada di desa Aloy, Pantai kuala Ketapang yang terletak di Kampung Masjid Sungai Iyu, Bukit Kerang yang terletak di desa Gampong Jabu Labu kecamatan Bendahara, Pemandian air panas Kaloy, Sungai gunung pandan, air terjun 7 tingkat, Istana Karang yang dulunya merupakan tempat tinggal raja Tamiang, Istana Benua Raja yang terletak di desa Benua Raja Kecamatan Rantau, air terjun Sangka Pane di desa Campega kecamatan Bandar Pusaka, dan Pantai Balai yang ada di desa Balai Kecamatan Seruway.

Selain destinasi wisata diatas, kita juga bisa berkunjung ke beberapa tempat wisata lain yaitu wisata air terjun kembar yang berada di kampong Tenggulun kecamatan Tenggulun, gua walet yang banyak terdapat banyak sarang walet, Tangsar Alur Biak yang terletak di Gampong Bengkelang kecamatn Bandar Pusaka, gua pintu kuari yang berjarak 45 kilometer dari ibukota Kabupaten, wisata lapangan Golf yang berada di desa Gampong Kecamatan Rantau, ada juga wisata pantai Busung Ciungyang ada di kecamatan Seuway, ada juga wisata Pantai pulau Rukui yang berada di Kampung Alur Nunang kecamatan Banda Mulia, ada juga pemandian Sungai Rengas, Pantai Pusong Cium desa Busung Kapal dan Pantai Ujung Tamiang.

Website Resmi Kabupaten Aceh Tamiang : www.acehtamiangkab.go.id

SEJARAH KABUPATEN ACEH TAMIANG
Tamiang pada awalnya merupakan satu kerajaan yang pernah mencapai puncak kejayaan dibawah pimpinan seorang Raja Muda Sedia yang memerintah selama tahun 1330 – 1366 M.Pada masa kerajaan tersebut wilayah Tamiang dibatasi oleh daerah-daerah : Sungai Raya / Selat Malaka di bagian Utara, Besitang di bagian Selatan, Selat Malaka di bagianTimur dan Gunung Segama ( gunung Bendahara / Wilhelmina Gebergte ) di bagian Barat. Pada masa kesultanan Aceh, kerajaan Tamiang telah mendapat Cap Sukureung dan hak Tumpang Gantung ( Zainuddin, 1961, 136 – 137 ) dari Sultan Aceh Darussalam, atas wilayah Negeri Karang dan negeri Kejuruan Muda. Sementara negeri Sulthan Muda Seruway, negeri Sungai Iyu, negeri Kaloy dan negeri Telaga Meuku merupakan wilayah-wilayah yang belum mendapat cap Sikureung dan dijadikan sebagai wilayah protector bagi wilayah yang telah mendapat cap Sikureung.

Memasuki masa penjajahan Belanda, pada tahun 1908 terjadi perubahan Staatblad No.112 tahun 1878, yakni Wilayah Tamiang dimasukkan ke dalam Geuverment Aceh en Onderhoorigheden yang artinya wilayah tersebut berada dibawah status hokum Onderafdelling. Dalam Afdeling Oostkust Van Atjeh ( Aceh Timur ) terdapat beberapa wilayah Landschapsdimana berdasarkan Korte Verklaring diakui sebagai Zelfbestuurder dengan status hukumOnderafdelling Tamiang termasuk wilayah-wilayah : Landschap Karang, Landschap Seruway / Sultan Muda, Landschap Kejuruan Muda, Landschap Bendahara, Landschap Sungai Iyu, dan Gouvermentagebied Vierkantepaal Kualasimpang.

Asal mula penamaan ” TAMIANG ” adalah sebuah nama yang berdasarkan legenda dan data sejarah berasal dari : ” Te – Miyang ” yang berarti tidak kena gatal atau kebal gatal dari miang bambu. Hal tersebut berhubungan dengan cerita sejarah tentang Raja Tamiang yang bernama Pucook Sulooh, ketika masih bayi ditemui dalam rumpun bambu Betong ( istilah Tamiang ” bulooh ” ) dan Raja ketika itu bernama Tamiang Pehok lalu mengambil bayi tersebut. Setelah dewasa dinobatkan menjadi Raja Tamiang dengan gelar ” Pucook Sulooh Raja Te – Miyang “, yang artinya “seorang raja yang ditemukan di rumpun rebong, tetapi tidak kena gaatal atau kebal gatal”.

Menurut sumber lain, kata Tamiang berasal dari kata “Da Miang”. Sejarah menunjukkan tentang eksistensi wilayah Tamiang melalui prasasti Sriwijaya. Tak kurang pula sastra tulis Cina karya Wee Pei Shih mencatat pula keberadaan negeri Kan Pei Chiang (Tamiang), atau Tumihang dalam Kitab Negara Kertagama. Daerah ini juga berjuluk Bumi Muda Sedia, sesuai dengan nama Raja Muda Sedia yang memerintah wilayah ini selama 6 tahun (1330-1336). Raja ini mendapatkan cap Sikureung dan hak Tumpang Gantung dari Sultan Aceh atas wilayah Karang dan Kejuruan Muda kala itu. Berkaitan dengan data-data tersebut dan ditambah penelitian terhadap penemuan fosil sejarah, maka nama Tamiang dipakai menjadi usulan bagi pemekaran status wilayah Pembantu Bupati Aceh Timur Wilayah-III, yang meliputi wilayah bekas Kewedanaan Tamiang.

Tuntutan pemekaran daerah di Propinsi Daerah Istimewa Aceh sebenarnya telah dicetuskan dan diperjuangkan sejak 1957 awal masa Propinsi Aceh ke-II, termasuk eks-Kewedanaan Tamiang diusulkan menjadi Kabupaten Daerah Otonom. Usulan tersebut lantas mendapat dorongan semangat yang lebih kuat lagi sehubungan dengan keluarnya ketetapan MPRS hasil Sidang Umum ke-IV tahun 1966 tentang pemberian otonomi seluas-luasnya. Kemudian Dewan Perwakilan Rakyat Daerah-Gotong Royong (DPRD-GR) Propinsi Daerah Istimewa Aceh mengeluarkan usulan melalui Memorandum Nomor B-7/DPRD-GR/66 yang berisi tuntutan mengenai pelaksanaan otonomi secara riil (ada 7 tuntutan).

Sebagian besar usulan tersebut sudah menjadi kenyataan namun usulan mengenai Tamiang belum dikabulkan. Sebagai tindak lanjut dari cita-cita masyarakat Tamiang, maka pada era reformasi, sesuai Undang-Undang No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah, maka keinginan Tamiang untuk menjadi daerah otonomi terbuka kembali dan mendapat dukungan, diantaranya Surat Bupati Aceh Timur No. 2557/138/tanggal 23 Maret 2000 ke DPRD Kabupaten Aceh Timur, Surat DPRD Kabupaten Aceh Timur No. 1086/100-A/2000, tanggal 9 Mei 2000, Surat Bupati Aceh Timur, No. 12032/138 tanggal 4 Mei 2000 kepada Gubernur Daerah Istimewa Aceh, Surat Gubernur Daerah Istimewa Aceh No. 138/9801 tanggal 8 Juni 2000, Surat DPRD Daerah Istimewa Aceh No. 1378/8333 tanggal 20 Juli 2000 dan Surat Gubernur Daerah Istimewa Aceh No. 135/1764 tanggal 29 Januari 2001.

ARTI LOGO KABUPATEN ACEH TAMIANG
Berikut adalah makna/arti dari logo Kabupaten Aceh Tamiang :

BINGKAI SEGI LIMA Dengan warna kuning yang diapit oleh warna hijau dapat diartikan kemuliaan dalam kesejahteraan dan kemakmuran sebagai daerah yang dalam kehidupan bernegara berada dibawah dasar falsafah Pancasila dan kehidupan beragama dengan tuntunan rukun Islam yang lima.

PUCOK REBONG Adalah lambang dan sejarah masyarakat Tamiang yang kekuatan legendanya telah mengikat dalam kehidupan masyarakat sebagai awal dari asal kata Tamiang dan dapat memberi makna kepada suatu pertumbuhan yang kokoh dalam persatuan, hidupnya yang berumpun dapat dicerminkan pada kehidupan bambu, dimana yang muda menjadi benteng pelindung mengelilingi yang lebih tua berada ditengah.

TEPAK SIREH Adalah lambang adat yang dimiliki oleh 3 (tiga) suku perkauman di Tamiang yaitu Suku Perkauman Aceh, Suku Perkauman Tamiang, dan Suku Perkauman Gayo. Tepak adalah tempat sireh yang disusun sebagai sempene resam pengiring sembah pembuka madah, ketika kata akan dimulai, sireh sombul disorong dahulu. Sireh juga melambangkan persahabatan dan persaudaraan dimana setiap orang menyodorkan sireh untuk dimakan, berarti perdamaian dan persahabatan kesemuanya merupakan pelambang rukun dan damai mencakup seluruh ruang lingkup tatakrama kehidupan. Peranan tepak yang berisi sireh susun merupakan kelengkapan peradapan dari resam qanun yang tersimpul dalam kate tetuhe ” Mulie Kaom Bersireh Tepak, Kembang Kerabat Manih Bahase “.

KAPAS DAN PADI Melambangkan kehidupan pertanian yang dapat membawa kepada kemakmuran dalam usaha yang gigih. Pertanian yang merupakan usaha dari sebahagian masyarakat wilayah Tamiang baik dari tanaman keras tahunan seperti kelapa sawit, karet dan lain-lain yang telah memberikan hasil bagi pendapatan daerah serta tanaman jangka pendek seperti palawija yang mampu membawa kepada kehidupan masyarakat yang makmur dari berbagai hasilnya disamping perluasan areal percetakan sawah baru yang juga membawa arah kemakmuran masyarakat.

MENARA MINYAK Sebagai lambang dari sumber daya hasil bumi berupa minyak dan gas bumi yang dikelola oleh Perusahaan Tambang Minyak Nasional (Pertamina) milik Pemerintah serta lambang kelautan yang merupakan kekayaan hasil laut, disamping sebagai sarana akses transportasi bagi lalu lintas perdagangan juga adalah sumber yang dapat memberikan kemakmuran masyarakat.

BUKU Merupakan lambang dari ilmu pengetahuan bagi sumber daya manusia yang dapat meningkatkan kwalitas melalui peningkatan minat baca kepada sumber- sumber ilmu pengetahuan.

BINTANG Adalah lambang dari ketuhanan, dimana masyarakat wilayah Tamiang dalam kehidupannya ta’at dan tunduk dari tuntunan syari’at Islam secara berdampingan dengan adat istiadat Tamiang. Ikatan yang mempersatukan padi dan kapas berjumlah 8 (delapan) ikatan, adalah lambang persatuan diantara masyarakat dari 8 (delapan) Kecamatan. Kabupaten Aceh Tamiang mencakup 8 (delapan) Kecamatan yang terdiri dari berbagai etnis dan suku bangsa diantaranya Suku Tamiang, Suku Aceh dan Suku Gayo dimana merupakan suku asli dari wilayah tamiang disamping suku pendatang yang telah menetap di wilayah Kabupaten Aceh Tamiang seperti Jawa, Batak, Minang, Tionghoa dan lain-lain. Semuanya etnis dan suku hidup rukun, damai dan bersatu serta membaur dengan keberadaan masyarakat asli Tamiang dengan toleransi yang tinggi dan merupakan satu prinsip yang telah diwarisi secara temurun dikenal dengan ungkapan ” Digoyang Buleh, Dicabut Te’ek “. Toleransi tersebut dibatasi dalam wewenang yang nenberikan kebebasan terarah dimana tercermin dalam kate tetuhe ” Tande Belang Ade Batehnye, Tande Empus Berantare Paga “.
 
JUMLAH 2 (DUA) RIAK AIR LAUT DAN 7 (TUJUH) ANAK TANGGA MENARA MINYAK adalah lambang dari hari lahirnya Kabupaten Aceh Tamiang yaitu tanggal 2 Juli 2002. Kabupaten Aceh Tamiang lahir selain dari perjuangan panjang masyarakat Tamiang juga didukung oleh berbagai potensi daerah, diantaranya yang terbesar adalah Perusahaan Tambang Minyak Nasional (Pertamina) yang memberikan kontribusi besar bagi lahir dan berkembangnya Kabupaten Aceh Tamiang disamping potensi kelautan diantaranya tambak udang dan tambak ikan dan merupakan salah satu aset pendapatan daerah.

DOWNLOAD LOGO KABUPATEN ACEH TAMIANG
Untuk mendownload logo KABUPATEN ACEH TAMIANG (ACEH TAMIANG REGENCY) dengan format JPG/JPEG (Joint Photographic Experts Group), PNG (Portable Network Graphics) tanpa background atau CDR (CorelDraw) untuk yang bisa diedit, langsung saja klik link dibawah ini:


LINK DOWNLOAD

>>  LOGO KABUPATEN ACEH TAMIANG (ACEH TAMIANG REGENCY) <<
Format JPG   |   Format PNG   |   Format CorelDraw

0 Response to "DOWNLOAD LOGO KABUPATEN ACEH TAMIANG (ACEH TAMIANG REGENCY)"

Posting Komentar