DOWNLOAD LOGO KABUPATEN SUKAMARA (SUKAMARA REGENCY)

 
DESKRIPSI
Kabupaten Sukamara dalah sebuah Kabupaten yang masuk ke dalam wilayah Provinsi Kalimantan Tengah. Secara posisi Kabupaten Sukamara terletak di titik kordinat 110° 25' 00” -  111° 09' 25” Bujur Timur dan 2° 19’ 00" - 3° 07’ 00" Lintang Selatan, dimana pada sisi sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Lamandau, sedang pada sisi sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Kotawaringin Barat, lalu pada sisi sebelah selatan berbatasan dengan Laut Jawa, sedangkan disebelah baratnya berbatasan dengan Kabupaten Ketapang. Secara umum wilayah Kabupaten Sukamara merupakan kawasan dataran rendah dengan ketinggian berada diantara 0 dampai 100 meter di atas permukaan air laut.

Kabupaten Sukamara sendiri wilayahnya terdiri dari 5 Kecamatan, 3 Kelurahan dan 29 Desa. Berdasarkan data statistik pada tahun 2021, jumlah penduduk Kabupaten Sukamara mencapai 63.464 jiwa. Luas wilayah Kabupaten Sukamara yaitu 3.827,00 km², sehingga tingkat sebaran penduduknya mencapai 15 jiwa/km². Komoditas pertanian unggulan daerah ini adalah padi, palawija dan hortikultura. Sementara untuk usaha perkebunan adalah kelapa sawit dan karet. Potensi perkebunan daerah ini masih cukup besar dan terbuka bagi investor. Disamping itu potensi usaha budidaya perikanan masih tersedia 19 ribu ha dan tambak udang bandeng 13 ribu ha (yang telah digarap baru 913 ha). 

Destinasi wisata yang ada di Kabupaten Sukamara ada beragam, diantaranya yaitu wisata Danau Burung, selain pemandangan yang indah, danau ini juga merupakan sebuah tempat transit bagi para burung yang sedang bermigrasi, berlokasi di kecamatan Sukamara. Lalu ada wisata Bukit Patung, pengunjung dapat melihat keindahan alam serta pesona air terjun yang ada di bukit, berlokasi di Jl. Pangeran Antasari, Bali Riam, kecamatan Balai Riam. Kemudian ada Pantai Kampung Baru, birunya laut pantai kampung yang indah bisa memanjakan mata, berada di Sungai Tabuk kecamatan Pantai Lunci. Dan ada Pantai Kuala Jelai, pengunjung bisa menghabiskan waktu sampai sore untuk melihat keindahan senja, berlokasi di Kuala Jelai, Kecamatan Jelai. 

Selain destinasi wisata diatas, kita juga bisa berkunjung ke sejumlah destinasi lainnya seperti wisata Pantai Tanjung Nipah, juga dijuluki sebagai pantai cemara karena banyaknya pohon cemara yang tumbuh di sekitar pantai, berlokasi di Sungai Raja, kecamatan Jelai. Kemudian ada wisata Pantai Tanjung Selaka yag ada di Sungai Damar kecamatan Pantai Lunci, kemudian ada wisata Kota Tua yang berlokasi di Jl. Cilik Riwut, Natai Sedawak, kecamatan Sukamara, dan ada wisata Adat dayak yang berada di Natai Kondang kecamatan Permata. Selain itu ada wisata susur sungaidi Jekan raya, Langkai, kecamatan Pahandut dan Kampung Wisata Dungai Tabuk yang berada di kecamatan Pantai Lunci Kabupaten Sukamara.

Website resmi Kabupaten Sukamara : www.sukamarakab.go.id

SEJARAH KABUPATEN SUKAMARA
Pulau Kalimantan kuno terbagi menjadi 3 wilayah negara kerajaan induk: Borneo (Brunei), Sukadana (Tanjungpura) dan Banjarmasin (Bumi Kencana). Tanjung Dato adalah perbatasan wilayah mandala Borneo (Brunei) dengan wilayah mandala Sukadana (Tanjungpura), sedangkan Tanjung Sambar batas wilayah mandala Sukadana/Tanjungpura dengan wilayah mandala Banjarmasin (daerah Kotawaringin). Daerah aliran Sungai Jelai, di Kotawaringin di bawah kekuasaan Banjarmasin, sedangkan sungai Kendawangan di bawah kekuasaan Sukadana. Perbatasan di pedalaman, perhuluan daerah aliran sungai Pinoh (Lawai, wilayah Dayak U'ud Danum) termasuk dalam wilayah Kerajaan Kotawaringin (bawahan Banjarmasin).

Sebelum berdirinya Kerajaan Kotawaringin, Raja-raja Banjar sebagai penguasa sepanjang pantai selatan dan timur pulau Kalimantan telah mengirim menteri-menteri untuk mengutip upeti kepada penduduk Kotawaringin. Nenek moyang suku Dayak yang tinggal di hulu-hulu sungai Arut telah memberikan kepada Sultan Banjarmasin debu emas sebanyak yang diperlukan untuk membuat sebuah kursi emas. Selepas itu dua orang menteri dari Banjarmasin bernama Majan Laut dan Tongara Mandi telah datang dari Tabanio ke Kumai dan tinggal di situ. Kedua bersaudara inilah yang mula-mula membawa Islam ke wilayah Kotawaringin. Majan Laut kemudian terlibat perseteruan dengan saudaranya dan selanjutnya ia pindah dari Kumai ke Belitung dan tinggal di sana. 

Tongara Mandi kemudian pindah dari Kumai ke daerah kuala Kotawaringin di mana dia sebagai pendiri Kotawaringin Lama di pinggir sungai Lamandau. Dia kemudian meninggalkan tempat ini karena diganggu oleh lanun/perompak dan membuka sebuah kampung baru, lebih jauh ke hulu, di sungai Basarah, salah satu anak sungai di sebelah kiri. Dalam Hikayat Banjar tokoh yang mendapat perintah dari Marhum Panembahan [sultan Banjar IV yang memerintah 1595-1642] untuk menjabat adipati Kotawaringin bernama Dipati Ngganding (Kiai Gede) yang merupakan mertua dari Pangeran Dipati Anta-Kasuma karena menikahi Andin Juluk, puteri dari Dipati Ngganding. 

Lebih kurang 15 tahun kemudian, Kiai Gede putera dari Majan Laut datang dari Belitung dan tinggal dengan pamannya, Tongara Mandi. Kiai Gede membujuk pamannya untuk mengkaji keadaan negeri tersebut dan memilih suatu tempat yang lebih sesuai sebagai ibu kota. Untuk tujuan ini mereka mula-berjalan menghulu sungai Arut dan tempat tinggal mereka saat itu dekat Pandau. Kemudian mereka membuat perjalanan menghulu sungai Lamandau, hingga ke anak sungai Bulik. Kemudian mereka bermimpi bahwa mereka mestilah menetapkan lokasi yang terpilih pada tempat di mana perahu mereka melanggar sebuah batang pohon pisang, kemudian mereka juga berlayar menuju hilir. 

Sesuai mimpi tersebut mereka menemukan suatu lokasi yang tepat yang kemudian menjadi lokasi di mana terletak Kotawaringin tersebut. Tetapi lokasi tersebut sudah terdapat suatu kampung Dayak yang besar yang disebut Pangkalan Batu. Penduduk kampung tersebut enggan membenarkan para pendatang ini tinggal di sana. Oleh sebab itu mereka menghalau orang Dayak dari situ dan merampas dari mereka beberapa pucuk cantau (senapang) Cina dan dua buah belanga (tempayan Cina). Orang Dayak yang kalah tersebut berpindah ke arah barat yaitu tasik Balida di sungai Jelai dan menyebut diri mereka Orang Darat atau Orang Ruku. Oleh karena dia sudah tua, Tongara Mandi kemudian menyerahkan pemerintahan kepada Kiai Gede. Perlahan-lahan Kiai Gede meluaskan kuasanya kepada suku-suku Dayak dan tetap tergantung pada Kesultanan Banjarmasin. 

Kurang lebih 35 tahun selepas pemerintahan Kiai Gede, tibalah di Kotawaringin Pangeran Dipati Anta-Kasuma putera dari Marhum Panembahan (Sultan Banjar IV). Kedatangannya disertai Putri Gilang anaknya. Sebelumnya mereka bersemayam di Kahayan, Mendawai dan Sampit. Kemudian mereka berangkat ke Sembuluh dan Pembuang, di tempat terakhir inilah Pangeran Dipati Anta-Kasuma sempat tertarik dan ingin bersemayam pada lokasi tersebut tetapi dilarang oleh para menterinya. Ia bersumpah bahwa semenjak saat itu tempat tersebut dinamakan Pembuang artinya tempat yang terbuang atau tidak jadi digunakan. Dari sana kemudian Pangeran berangkat ke sungai Arut. Disini dia tinggal beberapa lama di kampung Pandau dan membuat perjanjian persahabatan dengan orang-orang Dayak yang menjanjikan taat setia mereka.

Perjanjian ini dibuat pada sebuah batu yang dinamakan Batu Patahan, tempat dikorbankannya dua orang, di mana seorang Banjar yang menghadap ke laut sebagai arah kedatangan orang Banjar dan seorang Dayak yang menghadap ke darat sebagai arah kedatangan orang Dayak, kedua disembelih darahnya disatukan berkorban sebagai materai perjanjian tersebut. Kemudian Pangeran Dipati Anta-Kasuma berangkat ke Kotawaringin di mana Kiai Gede mengiktirafkan Pangeran sebagai raja dan Kiai Gede sendiri menjabat sebagai mangkubumi. Kerajaan Kotawaringin merupakan pecahan kesultanan Banjar pada masa Sultan Banjar IV Mustainbillah yang diberikan kepada puteranya Pangeran Dipati Anta-Kasuma. 

Sebelumnya Kotawaringin merupakan sebuah kadipaten, yang semula ditugaskan oleh Sultan Mustainbillah sebagai kepala pemerintahan di Kotawaringin adalah Dipati Ngganding (1615). Oleh Dipati Ngganding kemudian diserahkan kepada menantunya Pangeran Dipati Anta-Kasuma. Menurut Hikayat Banjar, wilayah Kotawaringin adalah semua desa-desa di sebelah barat Banjar (sungai Banjar = sungai Barito) hingga sungai Jelai. Sultan Banjar V, Inayatullah (= Pangeran Dipati Tuha 1/Ratu Agung), abangnya Pangeran Dipati Anta-Kasuma menganugerahkan gelar Ratu Kota Waringin kepada Pangeran Dipati Anta-Kasuma, kemudian menyerahkan desa-desa di sebelah barat Banjar (= sungai Barito) hingga ke Jelai (sungai Jelai). Ratu Kota-Waringin kemudian kembali ke Kotawaringin sambil membawa serta Raden Buyut Kasuma Matan.

Ratu Kota Waringin sebenarnya tidak bersemayam di dalem (istana) tetapi di atas sebuah rakit besar (= lanting) yang ditambatkan di sana. Ratu Kota-Waringin memperoleh seorang puteri lagi yang dinamai Puteri Lanting, dengan seorang wanita yang dikawininya di sini. Baginda berangkat ke sungai Jelai dan membuka sebuah kampung di pertemuan sungai Bilah dengan sungai Jelai. Daerah ini dinamakan Sukamara karena ada suka dan ada mara (= maju menuju ke depan dari arah kedatangannya dari negeri Banjar). 

Pada sekitar tahun 1800, datanglah perantau bernama Datok Nakhoda Muhammad Taib dan istrinya ke suatu tempat yang pada saat itu masih belum berpenghuni dan dia membuka permukiman pada saat itu, Asal dia dari kampung Sungai Kedayan, Brunei Darussalam. Wilayah tersebut masih termasuk dalam kekuasaan dari kerajaan kotawaringin maka diutuslah seorang mentri kerajaan untuk menata kehidupan di daerah tersebut,mentri kerajaan tersebut bernama Pangeran Prabu wijaya, kemudian diadakan musyawarah antara pangeran prabuwijaya dengan masyarakat untuk membuat nama kampung tersebut,setelah ada kesepakatan maka nama kampung tersebut menjadi Jelai kerta jaya Memasuki tahun 1920 keadaaan kampung sudah semakin berkembang dan masyarakatnya sudah bertambah banyak di ambilah sebuah keputusan untuk mengubah nama kampung dengan nama Soekamara, Soeka artinya senang dan Mara artinya maju berarti masyarakat yang suka dengan kemajuan. 

Berdasarkan Contract Met Den Sultan Van Bandjermasin 4 Mei 1826./B 29 September 1826 No.10, yang dibuat Sultan Adam dari Banjar dengan pihak kolonial Belanda, wilayah Kutaringin atau Kotawaringin dan Jelai (Sukamara) diserahkan kepada pihak kolonial Hindia Belanda. Kotawaringin (termasuk di dalamnya Jelai alias Sukamara) termasuk dalam zuid-ooster-afdeeling berdasarkan Bêsluit van den Minister van Staat, Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indie, pada 27 Agustus 1849, No. 8.  Landschap Djelei atau penguasa Sukamara pada masa pemerintahan kolonial Belanda adalah Pangeran Djaksa Soekarma (1867-1904).

Kabupaten Sukamara yang sebelumnya merupakan bagian dari Kabupaten Kotawaringin Barat, pada tanggal 10 April 2003 dikeluarkan Undang-undang No. 5 Tahun 2003 tentang Pengukuhan/Pemekaran 8 Kabupaten, maka Kabupaten Kotawaringin Barat dimekarkan dan ditambah dengan Kabupaten Lamandau. 

ARTI LOGO KABUPATEN SUKAMARA

Berikut adalah makna/arti dari logo Kabupaten Sukamara (Sukamara Regency) :

  1. Perisai Persegi, bermakna Pancasila
  2. Kata Sukamara, berarti Suka Maju atau Senang Untuk Maju
  3. Bintang Persegi Lima, melambangkan Ketuhanan yang Maha Esa
  4. Permata Kecubung, melambangkan Kekayaan Sumber Alam yang ada di Kabupaten Sukamara tepatnya di kecamatan Balai Riam
  5. Pancaran Cahaya Kecubung, di bagian atas ada 2 buah melambangkan tangal kelahiran Kabupaten Sukamara. Sedang di bagian bawah ada 7 buah melambangkan bulan kelahiran Kabupaten Sukamara
  6. Padi dan Kapas, melambangkan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Sukamara, sedangkan jumlah bulir padi yang berjumlah 17 buah dan bunga kapas berjumlah 8 buah melambangkan tanggal dan bulan serta hari proklamasi kemerdekaan negara Republik Indonesia.
  7. Tugu Pahlawan, melambangkan bahwa daerah Kabupaten Sukamara merupakan daerah pangkal perjuangan bagi kemerdekaan Republik Indonesia dibuktikan dengan adanya taman makam pahlawan yang bernama "Bumi Loka"
  8. Daratan Pasir, melambangkan bahwa Kabupaten Sukamara kaya akan sumber alam berupa Pasir Kuarsa dan Koalin
  9. Gelombang dan Air, melambangkan bahwa Kabupaten Sukamara dilalui oleh beberapa sungai dan berbatasan disebelah Selatan dengan Laut Jawa
  10. Perahu, melambangkan bahwa masyarakat Kabupaten Sukamara kehidupannya sangat bergantung pada perairan yang merupakan juga daerah pelabuhan.
  11. Pita, melambangkan persatuan dan kesatuan masyarakat Kabupaten Sukamara
  12. Semboyan/Moto "GAWI BARINJAM", mengandung makna bekerjasama/bergotongroyong untuk mencapai tujuan mulia
  13. Empat Tangga pada dasar tugu, mengartikan bahwa terbentuknya Kabupaten Sukamara melalui empat tahapan yaitu Kewedanan, Kecamatan, Pembantu Bupati, dan terakhir Kabupaten.

Arti Warna:
  • Warna Hijau pada dasar lambang, bermakna tumbuh, hidup, dan berkembang
  • Warna Hitam dan Kuning serta Merah pada bingkai, bermakna penolak bala dan mara bahaya serta berani dan selalu waspada

DOWNLOAD LOGO KABUPATEN SUKAMARA
Untuk mendownload logo Kabupaten Sukamara (Sukamara Regency) dengan format JPG/JPEG (Joint Photographic Experts Group), PNG (Portable Network Graphics) tanpa background atau CDR (CorelDraw) untuk yang bisa diedit, langsung saja klik link dibawah ini:
 
download-logo-kabupaten-sukamara-kalimantan-tengah-vector-coreldraw-logoawal

LINK DOWNLOAD

>>  LOGO KABUPATEN SUKAMARA  <<
Format JPG   |   Format PNG   |   Format CorelDraw

0 Response to "DOWNLOAD LOGO KABUPATEN SUKAMARA (SUKAMARA REGENCY)"

Posting Komentar