DESKRIPSI
Kabupaten Lingga adalah sebuah Kabupaten yang masuk ke dalam wilayah Provinsi Kepulauan Riau. Secara posisi Kabupaten Karimun terletak di titik kordinat 103° 30' 00” - 105° 00' 00” Bujur Timur dan 0° 00’ 00" - 1° 00’ 00" Lintang Selatan, dimana pada sisi sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Galang Kota Batam dan Kabupaten Bintan, sedang pada sisi sebelah timur berbatasan dengan Laut Natuna, lalu pada sisi sebelah selatan berbatasan dengan Laut Bangka dan Selat Berhala, sedangkan disebelah baratnya berbatasan dengan Laut Indragiri (Provinsi Riau). Secara umum wilayah Kabupaten Lingga merupakan kawasan dataran rendah dengan sebagian kecil berupa perbukitan, ketinggian daratannya berada diantara 0 hingga 1.272 meter diatas permukaan laut.
Kabupaten Lingga adalah sebuah Kabupaten yang masuk ke dalam wilayah Provinsi Kepulauan Riau. Secara posisi Kabupaten Karimun terletak di titik kordinat 103° 30' 00” - 105° 00' 00” Bujur Timur dan 0° 00’ 00" - 1° 00’ 00" Lintang Selatan, dimana pada sisi sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Galang Kota Batam dan Kabupaten Bintan, sedang pada sisi sebelah timur berbatasan dengan Laut Natuna, lalu pada sisi sebelah selatan berbatasan dengan Laut Bangka dan Selat Berhala, sedangkan disebelah baratnya berbatasan dengan Laut Indragiri (Provinsi Riau). Secara umum wilayah Kabupaten Lingga merupakan kawasan dataran rendah dengan sebagian kecil berupa perbukitan, ketinggian daratannya berada diantara 0 hingga 1.272 meter diatas permukaan laut.
Kabupaten Lingga sendiri wilayahnya terdiri dari 13 Kecamatan, 7 Kelurahan dan 82 Desa. Berdasarkan data statistik pada tahun 2020, jumlah penduduk Kabupaten Lingga mencapai 98.633 jiwa. Luas wilayah Kabupaten Lingga yaitu 2.203,89 km², sehingga tingkat sebaran penduduknya mencapai 47 jiwa/km². Lingga memiliki 531 buah pulau kecil dan besar, dengan 447 pulau belum berpenghuni. Sebagai wilayah yang pernah jaya dalam pertambangan timah, mata pencaharian masyarakat di Kabupaten Lingga didominasi oleh sektor pertambangan. Banyak titik-titik penambangan yang ada di Kabupate Lingga, sebagian telah berizin, namun banyak diantaranya belum memiliki izin dan merupakan sistem pertambangan tradisional yang dikelola oleh kelompok-kelompol masyarakat.
Destinasi wisata yang ada di Kabupaten Lingga ada beragam, diantaranya yaitu wisata Istana Damnah, Istana ini dulunya merupakan rumah dari penguasa Riau dan Lingga, mempunyai bentuk persegi delapan yang sangat unik, berlokasi di desa Merawang, Kecamatan Lingga. Kemudian ada wisata Pulau Lalang, pemandangannya begitu indah dan ada batu batu besar yang terdapat di lautannya, pantai ini berada di desa Berhala, Kecamatan Singkep. Lalu ada wisata Pulau Duyung, memiliki pemadangan bawah laut yang sangat indah, berlokasi di Desa Pulau Duyung, Kecamatan Katang Bidare. Dan ada wisata Pulau Berhala, ada batuan granit dengan formasi yang unik dan menarik, berlokasi di desa Berhala, Kecamatan Singkep. Serta ada Pulau Penaah, memiliki pasir pantai yang sangat lembut dipadu dengan kontur pantai yang landai, lokasinya ada di Desa Pena’ah, Kecamatan Senayang.
Selain destinasi wisata diatas, kita juga bisa berkunjung ke sejumlah destinasi lainnya seperti wisata Pulau Dungun, menyajikan hamparan pasir putih yang sangat cantik, berlokasi di desa Belungkur, Kecamatan Lingga Utara. Kemudian ada wisata Air Terjun Resun, airnya sangat jernih dan suasananya sangat asri, berada di desa Resun, Kecamatan Lingga Utara. Lalu ada wisata Air Terjun Makunggal, memiliki pemandangan alam dan air terjun yang sangat memukau, berlokasi di desa Resun, Kecamatan Lingga Utara. Kemudian ada wisata Pulau Benan, pengunjung bisa berenang, menyelam, snorkelling atau sekedar mengagumi keindahan bawah lautnya yang sangat cantik, berada di kecamatan Senayang. Dan ada wisata Gunung Daik, ketinggiannya hanya 1,165 mdpl dan dipuncak terlihat panorama pantai yang indah, berlokasi di desa Merawang, Kecamatan Lingga.
SEJARAH KABUPATEN LINGGA
Pada Zaman dahulu asal usul sebuah kerajaan Melayu di Lingga yang berpusat di Kota Daik sebagai Negara Kesultanan Johor-Pahang-Riau-Lingga. Sultan Mahmud Syah II (1685 – 1699) adalah Sultan Johor-Riau-Lingga-Pahang atau kemaharajaan melayu yang ke-10. Ia adalah keturunan sultan-sultan Malaka, sultan ini tidak mempunyai keturunan, untuk penggantinya dicarilah dari keturunan Datuk Bendahara Paduka Raja Tun Abdul Jalil yang diberi gelar Sultan Mahmud Syah III. Pada masa ini sultan Mahmud Syah III masih sangat muda jadi yang menjalankan pemerintahan ialah yang dipertuan muda Daeng Kamboja yang dipertuan Muda III, jadi ialah yang paling berkuasa di kemaharajaan di Melayu Lingga. Yang menjadi Datok Bendahara pada saat itu adalah Tun Hasan, semasa ini pula hubungan pemerintahan dengan Belanda masih lancar.
Sedangkan di Riau berdatangan pedagang-pedagang dari India. Sedangkan pedagang cina pada saat itu masih menetap di Kepulauan Nusantara dan pada saaat ini juga yang mendampingi yang dipertuan muda melaksanakan tugasnya untuk diwilayah Riau Engku Kelana Raja Haji. Setelah yang dipertuan muda III Daeng Kamboja wafat tahun 1777 yang menggantikannya adalah Yang Dipertuan Muda IV Raja Haji. Raja Haji ini memerintah dari tahun 1777 – 1784. Sewaktu berada di bawah pemerintahannya pecah perang antara kemaharajaan melayu dengan kompeni Belanda di Melaka. Setelah Raja Haji wafat lahirlah sebuah perjanjian antara kemaharajaan melayu dengan pihak kompeni Belanda. Perjanjian ini dikenal TRACTAAT AL TOOSE DURENDE GETROO WE VRIENDE BOND GENO OT SCHAP yang ditandatangani tanggal 10 Nopember 1784.
Setelah di tinggalkan Raja Haji yang menjadi Di Pertuan Muda Riau, berikutnya adalah Raja Ali (Anak dari Daeng Kamboja). Masa jabatan dari tahun 1785-1806 ia sebagai yang dipertuan muda ke-V ia lebih banyak berada di luar wilayah kerajaan sebab kekuasaan pada saat itu lebih banyak berada di Belanda. Lama kelamaan ia mengadakan perlawanan dan akhirnya sejak tahun 1785 menetaplah ia di Suka Dana (Kalimantan). Tahun ini juga kompeni Belanda mengangkat Recident Belanda pertama di Tanjungpinang dengan nama DAVID RUNDE pada tanggal 17 Juni 1785. Pada tahun 1787 Sultan Mahmud Syah III memindahkan pusat kerajaannya ke Daik Lingga, ini diakibtakan adanya tekanan dari Kompeni Belanda. Walaupun pusat kerajaan berada di Pulau Lingga, wilayah masih meliputi Johor-Pahang dimana daerah tersebut Sultan masih diwakili oleh Datuk Temenggung untuk bagian Johor dan Singapura sedangkan Datuk Bendahara untuk daerah Pahang.
Untuk tahun 1795 terjadi perkembangan politik baru di negeri Belanda, dimana kompeni Belanda harus menyerahkan beberapa daerah yang didudukinya ke Inggris. Masa ini disebut juga sebagai masa INTEREGNUM Inggris di Riau. Tahun 1802 yang dipertuan muda V berada dipengungsian kembali di Lingga pada masa intregnum Inggris ini berlangsung Raja Ali wafat 1795-1816 di pulau Bayan. Tahun 1806 diangkat pula Raja Jakfar menjabat kedudukan sebagai yang dipertuan Muda Riau pada tahun 1806-1813. Raja Jakfar membuat tempat pemerintahannya di kota Rentang di Pulau Penyengat. Pada tahun 1811 Sultan Mahmud III memerintahkan anaknya Tengku Husein (Tengku Long pergi ke Pahang dan menikah disana dengan puteri Tun Khoris atau adik bendahara yang bernama Tun Ali. Semasa Tun Husin (Tengku long ) berada dipahang ayahandanya Sultan Mahmut Syah wafat di Daik Lingga tanggal 12 Januari 1812.
Setelah Sultan Mahmut syah III meninggal dicarilah calon pengantinya. Akhirnya yang dilantik sebagai sultan pengganti yaitu Tengku Abdul Rahman yang disetujui oleh pembesar kerajaan dan dari pihak Belanda. Ini dikuatkan oleh peraturan kerajaan Lingga Riau yang berbunyi Sultan baru harus dilantik sebelum jenazah Sultan yang wafat di kebumikan. Setelah Tengku Abdul Rahman dilantik tahun 1812 Sultan Abdul Rahman Syah menetap di Lingga. Mulailah Lingga masa itu bertambah ramai karena telah ada tambang timah disingkep. Sedangkan Raja Ja’far menetap di Penyengat ia telah menempatkan orang-orang kepercayaannya di Daik Lingga untuk mendampingi Sultan yaitu Engku Syaid Muhammad Zain Al Qudsi. Suliwatang Ibrahim, sahbandar Muhammad Encik Abdul Manan dan bagian pertahanan dan keamanan adalah Encik Kalok. Tengku Husin tinggal di Lingga, dia menetap di penyengat.
Pada tangal 19 Agustus 1818 Wiliam Farquhan Residen Inggris dari Malaka datang ke Daik untuk bertemu dengan Sultan Abdul Rahman Muazam Syah dan memberitahukan bahwa wilayah kerajaan Lingga Riau mungkin akan diambil Belanda. Sultan Abdul Rahman Muazam Syah menjawab berita yang disampaikan Fanquhan itu, bahwa dia tidak mempunyai wewenang untuk mengurus urusan kerajaan, hanya ia menganjurkan Fanquhan dapat menghubungi Raja Ja’far. Sultan Mahmud Riayat Syah III pada zaman dia memegang tampuk pemerintahan, dia membangun istana Robat/istana kota baru dan dia juga membangun penjara/Gail. Sedangkan Almarhum Raja Muhammad Yusuf sangat alim dia ini adalah penganut Nak Sabandiah. Dia adalah yang dipertuan muda ke X yang dilantik tahun 1859 oleh Sultan Sulaiman Badrul Alam Syah III.
Pada zaman ini di Daik sangat berkembang dibidang agama maupun bidang ekonomi, sehingga Daik Lingga pada waktu itu menjadi pusat perdagangan dan pengetahuan. Banyak pedagang yang datang seperti cina, bugis, keling, siak, Pahang. Belanda sudah semakin khawatir kalau Lingga menyusun kekuatan untuk menentangnya, oleh karena itu, Belanda menempatkan asisten Residen di Tajung Buton Daik. Pada tanggal 17 September 1833 dia mangkat dan dimakamkan di bukit Cengkih. Sedangkan yang dipertuan muda Raja Muhammad Yusuf Al Ahmadi beristrikan Tengku Embung Fatimah Binti Sultan Mahmud Muzafarsyah yang merupakan Sultanah di Lingga. Dia menggalakan kerajinan rakyat Lingga untuk dipasarkan keluar kerajaan Lingga. Pada zaman mereka membuka jalan Jagoh ke Dabo membuat kapal-kapal, di antara nama kapal-kapal tersebut Kapal Sri Lanjut, Gempita, Betara Bayu, Lelarum dan Sri Daik, guna untuk memperlancar perekonomian rakyat serta pada zaman dia juga istana Damnah di bangun.
Sekolah sd 001 Lingga tahun 1875 dengan guru pertama kami Sulaiman tamatan sekolah Raja di Padang. Guru ini tidak mau bekerja sama dengan Belanda, walaupun dia diangkat oleh Belanda. Pada zaman ini Lingga mencapai zaman keemasan, sedangkan Almarhum Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah II adalah anak dari Sultan Abdul Rahman Syah. Dia diangkat menjadi Sultan tidak disetujui oleh Indra Giri Reteh selama 25 hari dan terkenalah dengan nama pemberontakan Mauhasan. Namun Reteh tunduk kembali dengan Lingga. Sultan ini sangat memperhatikan kehidupan rakyatnya antara lain: Mengajukan dan menukarkan sawah padi dengan sagu (Rumbia) yang di datangkan dari Borneo Serawak dan membuka industri sagu tahun 1890. Membuka penambangan timah di Singkep dan Kolong-kolong Sultan dengan Mandor yang terkenal npada zaman itu La Abok dan kulinya orang-orang Cina Kek yang menurut ceritanya nama inilah nama Dabo Singkep.
Baginda mangkat pada tanggal 28 Fenruari 1814 dan dimakamkan di Bukit Cengkih dengan gelar Marhum Keraton yang di dalam kubah. Setelah itu Sultan Muhammad Muazam Syah (1832-1841) Sultan ini sangat gemar dengan seni ukir/Arsitektur, dia mengambil tukang dari Semarang untuk membangun istana yang disebut Keraton atau Kedaton. Pada zaman ini seni ukir, tenun, kerajinan, Mas dan perak sudah ada. Pusat kerajinan tenun di Kampung Mentuk, kerajinan Tembaga di kampong Tembaga. Pada zaman dia juga Bilik 44 dibangun, namun belum sempat di bangun, namun belum sempat siap bertepatan dia mankat dan pengantinya tidak melanjutkan pembangunan gedung tersebut. Sultan Abdul Rahman Syah 1812-1832 adalah putra Sultan Mahmud Riayat Syah III dia terkenal sangat alim dan giat menyebarkan agama islam serta mengemari pakaian Arab.
Pada masa pemerintahan dia, saudaranya Tengku Husin dengan bantuan Inggris dilantik menjadi raja dengan gelar Sultan Husin Syah. Maka pecahlah kerajaan besar Melayu atau emporium Melayu Johor-Riau-Lingga menjadi 2 bagian. Istana Sultan Abdul Rahman Syah terletak di Kampung Pangkalan Kenanga sebelah kanan mudik sungai Daik. Dia mangkat malam senin 12 Rabiul awal 1243 Hijriahn (19 Agustus 1832) di Daik, dimakamkan di Bukit Cengkih bergelar Marhum Bukit Cengkih. Pada zaman dia, Mesjid Jamik didirikan atau Mesjid Sultan Lingga, benteng-benteng pertahanan di Mepar, Bukit Cening, Kota Parit (Dibelakang Kantor Bupati Lama) serta Benteng Kuala Daik, Meriam pecah Piring dan Padam Pelita terdapat di mes Pemkab Lingga.
Pada zaman dia memerintah, dia sering berperang melawan penjajahan Belanda bersama dengan Yang Dipertuan Muda Riau diantarnya Raja Haji Fisabilillah atau bergelar Marhum Ketapang. Dia mangkat 18 Zulhijah 1226 Hijriah (12 Januari 1912) di Daik di belakang Mesjid dengan Bergelar Marhum Masjid. Sultan Mahmud Riayat Syah adalah Sultan yang pertama kali di Daik Lingga. Dia adalah Sultan Johor-Pahang-Riau-Lingga XVI yang memindahkan pusat kerajaan Melayu ke Bintan Hulu Riau ke Daik tahun 1787, dengan istrinya Raja Hamidah (Engku Putri) yang merupakan pemegang Regelia kerajaan Melayu-Riau-Lingga. Pulau penyengat Indra Sakti adalah mas kawinnya dan pulau penyegat tersebut menjadi tempat kedudukan Raja Muda bergelar Yang Dipertuan Muda Lingga yaitu dari darah keturunan Raja Melayu dan Bugis. Pada hari senin pukul 07.20 Wib tahun 1899 dia mangkat dan dimakamkan di Makam Merah dengan Bergelar Marhum Damnah.
ARTI LOGO KABUPATEN LINGGA
Berikut adalah makna/arti dari logo Kabupaten Lingga (Lingga Regency) :
- Bentuk Perisai Bujur Telur Bersegi Dua Berwarna Kuning Berbingkai Hijau Berelief Lingkaran Rantai Berwarna Emas, melambangkan persatuan masyarakat Kabupaten Lingga dalam membangun daerah Kabupaten Lingga.
- Bintang Berwarna Merah, melambangkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Bersendikan iman dan takwa memberikan “Nur” (cahaya) Petunjuk yang menerangkan jalan menuju pembangunan daerah Kabupaten Lingga.
- Latar Belakang Gunung Daik Bercabang Tiga, melambangkan kemegahan, sebagai benteng yang kokoh, perkasa berdiri dengan tiga cabang mempertahankan daerah ini dari kepunahan hutan yang kehijawan yang memberikan kesejukan, kenyamanan sebagai negeri yang subur dan agraris.
- Payung Kebesaran Berwarna Kuning, melambangkan kewibawaan pemerintah, pengayom, melindungi masyarakat dari terisolir, pendidikan, agama, sosial dan ekonomi untuk bangkit bersama membangun Kabupaten Lingga Berbudaya.
- Padi dan Kapas, melambangkan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Lingga dalam memenuhi sandang dan pangan serta berbudi daya dan berhasil guna untuk mencapai kemakmuran.
- Dua Bilah Keris Berlekuk, Berwarna Coklat Muda, Bersilang Dua, Berhulu Kepala Burung Serindit, melambangkan kewibawaan pemerintah dalam menjalankan roda pemerintah dengan tertib, jujur, bekerja keras untuk membangun Daerah Kabupaten Lingga dengan aman dan damai.
- Tepak dan Daun Sirih, melambangkan kebudayaan masyarakat Lingga menjalin silaturahmi yang dianjurkan ilahi agar menjadi persahabatan dan persaudaraan.
- Gelombang Laut Berwarna Putih 7 (Tujuh) Baris, melambangkan semangat kebersamaan, kerja keras, tulus ikhlas membangun Kabupaten Lingga sebagai daerah maritim.
- Lingkaran Rantai Berwarna Kuning Emas, melambangkan satu dari kesatuan wilayah untuk mencapai keutuhan masyarakat Kabupaten Lingga untuk bersama membangun Kabupaten Lingga kedepan.
DOWNLOAD LOGO KABUPATEN LINGGA
Untuk mendownload logo Kabupaten Lingga (Lingga Regency) dengan format JPG/JPEG (Joint Photographic Experts Group), PNG (Portable Network Graphics) tanpa background atau CDR (CorelDraw) untuk yang bisa diedit, langsung saja klik link dibawah ini:
LINK DOWNLOAD
0 Response to "DOWNLOAD LOGO KABUPATEN LINGGA (LINGGA REGENCY)"
Posting Komentar