DESKRIPSI
Kabupaten Tapanuli Selatan adalah sebuah Kabupaten yang masuk ke dalam wilayah Provinsi Sumatra Utara. Secara posisi Kabupaten Tapanuli Selatan terletak di titik kordinat 98° 42' 50” - 99° 34' 16” Bujur Timur dan 0° 58’ 35" - 2° 07’ 33" Lintang Selatan, dimana pada sisi sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Tapanuli Tengah, sedang pada sisi sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Padang Lawas, Kabupaten Padang Lawas Utara dan Kabupaten Labuhanbatu Utara, lalu pada sisi sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Mandailing Natal, sedangkan disebelah baratnya berbatasan dengan Kabupaten Samudera Indonesia dan Kabupaten Mandailing Natal. Secara umum wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan merupakan kawasan pegunungan dan perbukitan, dengan ketinggian daratan atara 0 sampai 2.009 meter diatas permukaan laut.
Kabupaten Tapanuli Selatan adalah sebuah Kabupaten yang masuk ke dalam wilayah Provinsi Sumatra Utara. Secara posisi Kabupaten Tapanuli Selatan terletak di titik kordinat 98° 42' 50” - 99° 34' 16” Bujur Timur dan 0° 58’ 35" - 2° 07’ 33" Lintang Selatan, dimana pada sisi sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Tapanuli Tengah, sedang pada sisi sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Padang Lawas, Kabupaten Padang Lawas Utara dan Kabupaten Labuhanbatu Utara, lalu pada sisi sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Mandailing Natal, sedangkan disebelah baratnya berbatasan dengan Kabupaten Samudera Indonesia dan Kabupaten Mandailing Natal. Secara umum wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan merupakan kawasan pegunungan dan perbukitan, dengan ketinggian daratan atara 0 sampai 2.009 meter diatas permukaan laut.
Kabupaten Tapanuli Selatan sendiri wilayahnya terdiri dari 15 Kecamatan, 36 Kelurahan dan 212 Desa. Berdasarkan data statistik pada tahun 2021, jumlah penduduk Kabupaten Tapanuli Selatan mencapai 314.887 jiwa. Luas wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan yaitu 6.030,47 km², sehingga tingkat sebaran penduduknya mencapai 52 jiwa/km². Penduduk asli di Tapanuli Selatan adalah suku Batak Angkola, yang masih dekat dengan suku Batak Toba. Potensi perekonomian di Kabupaten Tapanuli Selatan yang paling menonjol adalah sektor pertanian karena didukung oleh letak geografis wilayahnya. Secara umum, mata pencaharian masyarakat di kabupaten Tapanuli Selatan adalah sebagai petani dan berkebun. Hasil pertanian yang terkenal adalah kopi, padi, salak, karet, kakao, kelapa, kulit manis, kemiri, cabe, bawang merah, bawang daun, dan sayur-sayuran.
Destinasi wisata yang ada di Kabupaten Tapanuli Selatan ada beragam, diantaranya yaitu wisata Danau Siais yang berlokasi di Desa Rianiate Kecamatan Angkola Barat, kemudian ada wisata Air Parsariran yang terletak di Jl. Lintas Barat Sumatera, Hapesong Baru, Kecamatan Batang Toru, lalu ada wisata Aek Sijorni yang lokasinya berada di Desa Aek Libung Kecamatan Sayur Matinggi, dan wisata Bukit Tor Simago-Mago yang berlokasi di Huta Raja Kecamatan Sipirok. Selain itu ada juga wisata lainnya seperti Gunung Sibual-Buali yang berada di ujung selatan Bukit Barisan Sumatera Utara tepatnya di kecamatan Sipirok, kemudian ada wisata Air Terjun Silima-Lima di Desa Maju Mambe Kecamatan Marancar, lalu ada Pemandian Air Panas Aek Nabara di Desa Aek Nabara Kecamatan Marancar, dan ada wisata Air Terjun Sisundung Parsalakan di Desa Sisundung Kecamatan Angkola Barat.
Selain destinasi wisata diatas, kita juga bisa berkunjung ke sejumlah destinasi lainnya seperti wisata Air Terjun Aek Malakkut yang lokasinya berada di Desa Marancar Gondang Kecamatan Marancar, kemudian ada wisata Aek Sabaon yang berada di Desa Aek Sabaon Kecamatan Marancar, lalu ada wisata Danau Marsabut yang berlokasi di Desa Bunga Bondar Kecamatan Sipirok, dan ada wisata Benteng Huraba yang berlokasi di Benteng Huraba Kecamatan Batang Angkola. Selain destinasi wisata tersebut, ada desrinasi lain yang cukup menarik seperti Air Terjun Sisoma yang berlokasi di desa Simaninggir Kecamatan Marancar, lalu ada wisata Pantai Muara Upu yang berlokasinya di Desa Muara Upu Kecamatan Muara Batang Toru, dan ada wisata Cekdam Pargarutan yang berlokasi di dusun Garonggang, desa Pargarutan, Kecamatan Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan.
SEJARAH KABUPATEN TAPANULI SELATAN
Di Tanah Batak, khususnya Tapanuli Bagian Selatan, jauh sebelum masuknya pengaruh asing, sudah terdapat banyak komunitas kecil yang disebut sebagai huta. Setiap huta (village) dipimpin oleh seorang raja dengan gelar Raja Pamusuk (RP). Setiap huta ini mempunyai sistem pemerintahan sendiri yang secara tradisional berdiri secara otonom. Sejumlah huta yang berdekatan secara teritorial dan terkait hubungan darah (genealogis) membentuk sebuah kawasan adat yang disebut luhat yang dipimpin oleh Raja Panusunan Bulung (RPB). Dalam menjalankan pemerintahan huta dan luhat para RP dan RPB mengacu pada sistem adat Batak yang mengatur sedemikian rupa dengan berlandaskan prinsip kekerabatan ‘dalihan na tolu’. RPB dipilih dari antara Raja Pamusuk yang terdapat dalam luhat, khususnya dari pihak turunan ‘sipungka huta’ (yang membuka huta) di dalam luhat yang bersangkutan.
Raja Panusunan Bulung (RPB) ini selain sebagai kepala pemerintahan, juga sekaligus menjadi pengetua adat atau Raja Adat yang memimpin berbagai kegiatan seperti keagamaan, social hingga kegiatan ekonomi di seputar kawasan luhat yang menjadi wilayah kekuasaannya. Sekalipun sistem pemerintahan luhat yang terbentuk mirip sistem oligarki (dari turunan si pungka huta), namun sesungguhnya sistem demokrasi yang lebih berperan yang direpsentasikan dengan adanya Lembaga Hatobangon (Lembaga Tetua Adat) yang fungsinya mendampingi RPB dalam memimpin luhat. Ini berarti setiap warga dari komunitas atau huta terwakili di dalam musyawarah luhat. Mendahulukan sipungka huta yang juga menjadi RPB sudah sepantasnya untuk didudukkan sebagai pemimpin luhat, namun keputusannya terkendali oleh peran ‘lembaga hatobangon’.
Suatu komunitas kecil dikatakan sebagai huta jika komunitas tersebut telah mampu memenuhi kebutuhan sendiri hingga dapat berdiri sendiri, dan huta ini diresmikan menjadi Bona Bulu. Komunitas kecil ini berawal dari tradisi membuka huta di dalam kawasan luhat yang dalam perjalanannya komunitas kecil tersebut lalu berkembang menjadi Bona Bulu. Untuk meresmikan sebuah huta menjadi Bona Bulu, perlu dilangsungkan sebuah horja godang (pesta besar) yang dipimpin secara adat oleh Raja Panusunan Bulung (RPB). Huta-huta yang belum diposisikan sebagai huta Bona Bulu, dan kebutuhan warganya masih tergantung dari bantuan huta lain, huta serupa ini dinamakan pagaran (anak huta). Di dalam satu luhat, umumnya terdapat banyak huta yang bestatus pagaran dan bernaung ke dalam huta Bona Bulu terdekat.
Dengan demikian, huta selain berfungsi sebagai tempat bermukim para warganya, juga wilayah tempat usaha (pertanian) dan sumber ekonomi yang berasal dari hutan, waduk, sungai (laut). Hutan, lembah, sungai, danau dan gunung menjadi sumber penghidupan huta dan menjadi wilayah territorial huta (semacam hak ulayat pada masa sekarang). Kehidupan sosial, budaya dan ekonomi huta penggunaannya diatur oleh warga luhat bersama Raja Panusunan Bulung. Pucuk pimpinan huta ialah Raja Pamusuk, yang asal usulnya dari keluarga-keluarga Si Pungka Huta. Huta yang banyak penduduknya karena subur tanahnya dan kaya lingkungan alamnya juga dipimpin Raja Pamusuk yang dibantu Kepala Ripe dalam menjalankan pemerintahan huta untuk menegakkan tertib umum dalam bermasyarakat demi meraih kesejahteraan hidup bersama.
Singkat riwayat, pada tahun 1834, Belanda memulai pemerintahan sipil di Tanah Batak, diawali dari selatan dengan didirikannya Onder Afdeeling Mandailing yang dipimpin Controleur Doues Dekker yang kemudian lebih dikenal dengan Multatuli, berkedudukan di Natal. Pemerintahan sipil ini kemudian dipindahkan ke Panyabungan, lalu ditingkatkan menjadi Afdeeling Mandailing/Angkola yang dipimpin Asistent Resident T.J. Willer yang berkoordinasi Gouverneur van Sumatra Westkust (Gubernur Pantai Barat Sumatera) yang berkedudukan di Sibolga. Selanjutnya di masa awal pemerintah kolonial Hindia Belanda memberi nama Afdeeling Padang Sidempuan untuk daerah Tapanuli Selatan (1938). Sementara yang lainnya dinamakan Afdeeling Batak Landen terhadap kawasan seputar danau Toba dan Tarutung sebagai ibukotanya dan Afdeeling Sibolga untuk daerah Tapanuli Tangah.
Kemudian ketiga afdeeling ini digabung menjadi satu keresidenan yang dikenal sebagai Keresidenan Tapanuli di dalam lingkungan pemerintahan kolonial Hindia Belanda di Sumatra yang berkedudukan di Padang Sidempuan. Antara tahun 1885 sampai dengan 1906, Padang Sidempuan menjadi ibukota Keresiden Tapanuli. Namun demikian, seluruh Tanah Batak hingga tahun 1867 masih menjadi bagian dari pemerintahan kolonial Hindia Belanda yang berpusat di Padang, Sumatera Barat dengan Residen yang berkedudukan di Padang Sidempuan. Sejak tahun 1906, pemerintahan Belanda di Tanah Batak lantas dipisahkan dari Sumatera Barat dan sepenuhnya dibentuk keresidenan yang berdiri sendiri dengan Residen yang berkedudukan di Sibolga.
Dengan keputusan ini, pemerintah kolonial Hindia Belanda di Batavia langsung mengendalikan pemerintahannya dari pusat ke seluruh Tanah Batak yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Selanjutnya, pemerintah kolonial Hindia Belanda yang berkuasa mulai membuat struktur pemerintahan baru versi Belanda di wilayah Tanah Batak, yang kemudian berganti nama menjadi Tapanuli. Pada masa pendudukan Belanda, wilayah Tapanuli Bagian Selatan disebut Afdeeling Padang Sidempuan dikepalai oleh seorang Residen yang berkedudukan di Padang Sidempuan. Afdeeling Padang Sidempuan pada akhirnya dibagi atas tiga onder afdeeling. Setiap onder afdeeling dikepalai oleh seorang Contreleur yang dibantu oleh seorang Demang. Tiga onder afdeeling tersebut, yaitu Onder Afdeeling Angkola-Sipirok, Onder Afdeeling Padang Lawas, dan Onder Afdeeling Mandailing-Natal.
Sebelumnya Onder Afdeeling Mandailing dan Natal terdiri dari dua onder afdeeling yakni onder afdeeling yang meliputi Mandailing Godang, Mandailing Julu, Ulu dan Pakantan, dan onder afdeeling yang meliputi Natal dan Batang Natal. Setiap onder afdeeling terdiri dari distrik. Distrik dikepalai oleh seorang Asisten Demang. Setiap distrik dibagi atas beberapa hakuriaan yang dikepalai oleh seorang Kepala Kuria. Sebelum munculnya istilah ‘hakuriaan’ versi pemerintah kolonial Hindia Belanda, penduduk di Tanah Batak telah lama menggunakan sebutan ‘luhat’ atau ‘banua’ untuk menyatakan sebuah wilayah yang dipimpin oleh Raja Panusunan Bulung (RPB) dalam adat Batak. Setiap luhat dibagi atas beberapa kampung yang dikepalai oleh seorang Kepala Kampung (Kampong Hoofd). Jika sebuah kampung mempunyai penduduk yang jumlahnya banyak maka Kepala Kampung dibantu oleh seorang Kepala Ripe.
Seiring dengan masa pendudukan Jepang di Tapanuli, Pimpinan Pendudukan Jepang di Tanah Batak segera memindahkan kantor Residen Tapanuli dari Sibolga ke Tarutung. Istilah Resident peninggalan pemerintah kolonial Hindia Belanda oleh Jepang diganti menjadi Cokan; Asistent Resident yang memimpin Afdeeling diganti menjadi Gunseibu; Controleur yang mengepalai Onder afdeeling dihilangkan tetapi posisi Demang yang sebelumnya memimpin District ditingkatkan untuk memimpin onder afdeeling yang disebut Gunco; Asisten Demang yang mengepalai Onder district diganti menjadi Huku Gunco; Kepala Kampung diganti menjadi Kuco, sedangkan Kepala Polisi disebut Keibi. Dalam perkembangan berikutnya sesudah agresi Belanda di Tapanuli Bagian Selatan dibentuk tiga kabupaten untuk menggantikan istilah onder afdeeling yang dipimpin Asisten Resident/Cokan yang digunakan sebelumnya.
Istilah kabupaten mengikuti sebutan yang sudah lama digunakan di Jawa yang setingkat dengan Onder afdeeling di Keresidenan Tapanuli. Tiga kabupaten yang dibentuk tersebut adalah Kabupaten Angkola Sipirok, Kabupaten Padang Lawas dan Kabupaten Mandailing Natal. Setelah Republik Indonesia mendapatkan kedaulatan penuh pada akhir tahun 1949, maka pembagian daerah administrasi pemerintahan mengalami perubahan. Pada tahun 1956, Daerah Tapanuli Bagian Selatan dibentuk menjadi kabupaten dengan nama Kabupaten Tapanuli Selatan sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Darurat Nomor 7 Tahun 1956. Dalam Pasal 1 ayat 10 disebutkan bahwa Kabupaten Tapanuli Selatan dengan batas-batas yang meliputi wilayah Afdeeling Padang Sidempuan sesuai Staatsblad 1937 No.563.
ARTI LOGO KABUPATEN TAPANULI SELATAN
Berikut adalah makna/arti dari logo Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapanuli Selatan Regency) :
- Padi dan Kapas, melambangkan kesuburan tanah, disamping berfungsi selaku pengemban Proklamasi Kemerdekaan R.I. dan untuk tujuan tersebut, butir-butir padi dirangkaikan sebanyak 8 buah.
- Siala Sampagul sebanyak 45 biji, Melambangkan demokrasi dan persatuan kekeluargaan dalihan natolu. Dan juga melambangkan Proklamasi tahun 1945
- Sebilah pedang dan sebilah tombak terhunus melambangkan patriotisme dan bersiap siaga.
- Ulos Batak dengan paduan tata warna asli adalah lambang kerajinan dan keuletan rakyat memenuhi kepentingan hidupnya.
- Perisai Pancasila melambangkan kesetiaan rakyat kepada falsafah Pancasila.
DOWNLOAD LOGO KABUPATEN TAPANULI SELATAN
Untuk mendownload logo Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapanuli Selatan Regency) dengan format JPG/JPEG (Joint Photographic Experts Group), PNG (Portable Network Graphics) tanpa background atau CDR (CorelDraw) untuk yang bisa diedit, langsung saja klik link dibawah ini:
LINK DOWNLOAD
0 Response to "DOWNLOAD LOGO KABUPATEN TAPANULI SELATAN (TAPANULI SELATAN REGENCY)"
Posting Komentar