DOWNLOAD LOGO KABUPATEN GOWA (GOWA REGENCY)

 
DESKRIPSI
Kabupaten Gowa adalah sebuah Kabupaten yang masuk ke dalam wilayah Provinsi Sulawesi Selatan. Secara posisi Kabupaten Gowa terletak di titik kordinat 120° 38' 00” - 120° 33' 00” Bujur Timur dan 5° 33’ 00" - 5° 34’ 00" Lintang Selatan, dimana pada sisi sebelah utara berbatasan dengan Kota Makassar, Kabupaten Maros dan Kabupaten Bone, sedang pada sisi sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Sinjai, Kabupaten Bantaeng dan Kabupaten Jeneponto, lalu pada sisi sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Takalar dan Kebupaten Jeneponto, sedangkan disebelah baratnya berbatasan dengan Kabupaten Takalar dan Kota Makassar. Secara umum wilayah Kabupaten Gowa merupakan kawasan dataran rendah dan pegunungan, dengan ketinggian daratan antara 10 hingga 2.800 meter diatas permukaan laut.

Kabupaten Gowa sendiri wilayahnya terdiri dari 18 Kecamatan, 46 Kelurahan dan 121 Desa. Berdasarkan data statistik pada tahun 2021, jumlah penduduk Kabupaten Gowa mencapai 768.682 jiwa. Luas wilayah Kabupaten Gowa yaitu 1.883,33 km², sehingga tingkat sebaran penduduknya mencapai 408 jiwa/km². Potensi Kabupaten Gowa yang sesungguhnya adalah sektor pertanian. Pekerjaan utama penduduk kabupaten yang pada tahun 2000 lalu berpendapatan per kapita Rp. 2,09 juta ini adalah bercocok tanam, dengan sub sektor pertanian tanaman pangan sebagai andalan. Sektor pertanian memberi kontribusi sebesar 45 persen atau senilai Rp. 515,2 miliar. Dari berbagai produksi tanaman pertanian seperti padi dan palawija, tanaman hortikultura menjadi primadona. 

Destinasi wisata yang ada di Kabupaten Gowa ada beragam, diantaranya yaitu wisata Air Terjun Bantimurungna Gallang yang berada di Jl. Desa Pao Kecamatan Tombolo Pao, kemudian ada Danau Tanralili di Jl. Parigi kecamatan Manimbahoi, lalu ada wisata Air Terjun Balang Bulang di Jl. Gantarang Kecamatan Tinggimoncong, dan ada wisata Malino Highland di Jl. Pattapang kecamatan Tinggimoncong, serta ada wisata Lembah Ramma yang ada di Jl. Bonto Lerung kecamatan Tinggimoncong. Selain itu ada juga wisata Air Terjun Parangloe di Jl. Belapunranga kecamatan Parangloe, kemudian ada wisata Bendungan Kampili di Jl. Kampili Desa Pallangga Kecamatan Bontoramba, lalu ada wisata Air Terjun Cinta di Jl. Manuju Kecamatan Tamalatea, dan ada wisata Museum Balla Lompoa di kecamatan Somba Opu, serta ada Hutan Pinus Bissoloro di kecamatab Bungaya.

Selain destinasi wisata diatas, kita juga bisa berkunjung ke sejumlah destinasi lainnya seperti wisata Benteng Somba Opu yang berlokasi di Jl. Benteng Somba Opu kecamatan Barombong, kemudian ada wisata Air Terjun Salewangan di Jl. Malino Kecamatan Tinggimoncong, lalu ada wisata Bendungan Bili-Bili di Jl. Bili-Bili kecamatan Bontomarannu, dan ada wisata Pemandian Lembah Biru di Jl. Malino kecamatan Tinggimoncong. Selaian itu ada juga wisata Air Terjun Biroro yang berada di Jl. Bonto Lerung Kecamatan Tinggimoncong, kemudian ada wisata Kebun Gowa yang berlokasi di Jl. Malino, Desa Bontomanai Kecamatan Bontomarannu, lalu ada wisata Air Terjun Takapala di Jl. Bonto Lerung kecamatan Tinggimoncong, dan ada Gowa Discovery Park di Jl. Tumanurung Benteng Desa Barombong Kecamatan Somba Opu, serta ada Taman Wisata Holyland Malino di Jl. Lonjoboko Kecamatan Parangloe.

Website resmi Kabupaten Gowa (Gowa Regency) :
www.gowakab.go.id

SEJARAH KABUPATEN GOWA
Sebelum Kerajaan Gowa terbentuk, terdapat 9 (sembilan) Negeri atau Daerah yang masing-masing dikepalai oleh seorang penguasa yang merupakan Raja Kecil. Negeri ini ialah Tombolo, Lakiung, Samata, Parang-parang, Data, Agang Je’ne, Bisei, Kalling dan Sero. Pada suatu waktu Paccallayya bersama Raja-Raja kecil itu masygul karena tidak mempunyai raja, sehingga mereka mengadakan perundingan dan sepakat memohon kepada Dewata agar menurunkan seorang wakilnya untuk memerintah Gowa. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1320 (Hasil Seminar Mencari Hari Jadi Gowa) dengan diangkatnya Tumanurung menjadi Raja Gowa maka kedudukan sembilan raja kecil itu mengalami perubahan, kedaulatan mereka dalam daerahnya masing-masing dan berada di bawah pemerintahan Tumanurung Bainea selaku Raja Gowa Pertama yang bergelar Karaeng Sombaya Ri Gowa. Raja kecil hanya merupakan Kasuwiyang Salapanga (Sembilan Pengabdi), kemudian lembaga ini berubah menjadi Bate Salapang (Sembilan Pemegang Bendera).

Pada tahun 1320 Kerajaan Gowa terwujud atas persetujuan kelompok kaum yang disebut Kasuwiyang-Kasuwiyang dan merupakan kerajaan kecil yang terdiri dari 9 Kasuwiyang yaitu Kasuwiyang Tombolo, Lakiyung, Samata, Parang-parang, Data, Agang Je’ne, Bisei, Kalling, dan Sero. Pada masa sebagai kerajaan, banyak peristiwa penting yang dapat dibanggakan dan  mengandung citra nasional antara lain Masa Pemerintahan I Daeng Matanre Karaeng Imannuntungi Karaeng Tumapa’risi Kallonna berhasil memperluas  Kerajaan Gowa melalui perang dengan menaklukkan Garassi, Kalling, Parigi, Siang (Pangkaje’ne), Sidenreng, Lempangang, Mandalle dan lain-lain kerajaan kecil, sehingga Kerajaan Gowa meliputi hampir seluruh dataran Sulawesi Selatan.

Di masa kepemimpinan Karaeng Tumapa’risi Kallonna tersebutlah nama Daeng Pamatte selaku Tumailalang yang merangkap sebagai Syahbandar, telah berhasil menciptakan aksara Makassar yang terdiri dari  18 huruf yang disebut  Lontara Turiolo. Pada tahun 1051 H atau tahun 1605 M, Dato Ribandang menyebarkan Agama Islam di Kerajaan Gowa dan tepatnya pada tanggal 9 Jumadil Awal tahun 1051 H atau 20 September 1605 M, Raja I Mangerangi Daeng Manrabia menyatakan masuk agama Islam dan mendapat gelar Sultan Alauddin. Ini kemudian diikuti oleh Raja Tallo I Mallingkaang Daeng Nyonri Karaeng Katangka dengan gelar Sultan Awwalul Islam dan beliaulah yang mempermaklumkan shalat Jum’at untuk pertama kalinya.

Raja I Mallombasi Daeng Mattawang Karaeng Bontomangape Muhammad Bakir Sultan Hasanuddin Raja Gowa ke XVI dengan gelar Ayam Jantan dari Timur, memproklamirkan Kerajaan Gowa  sebagai kerajaan maritim yang memiliki armada perang yang tangguh dan kerajaan terkuat di Kawasan Indonesia Timur. Pada tahun 1653 – 1670, kebebasan berdagang di laut lepas tetap menjadi garis kebijaksanaan Gowa di bawah pemerintahan Sultan Hasanuddin. Hal ini mendapat tantangan dari VOC yang menimbulkan konflik dan perseteruan yang mencapai puncaknya saat Sultan Hasanuddin menyerang posisi Belanda di Buton.

Akibat peperangan yang terus menerus antara Kerajaan Gowa dengan VOC mengakibatkan jatuhnya kerugian dari kedua belah pihak, oleh Sultan Hasanuddin melalui pertimbangan kearifan dan kemanusiaan guna menghindari banyaknya kerugian dan pengorbanan rakyat, maka dengan hati yang berat menerima permintaan damai VOC. Pada tanggal 18 November 1667 dibuat perjanjian yang dikenal  dengan Perjanjian Bungaya (Cappaya ri Bungaya). Perjanjian tidak berjalan langgeng karena pada tanggal 9 Maret 1668, pihak Kerajaan Gowa merasa dirugikan. Raja Gowa kembali dengan heroiknya mengangkat senjata melawan Belanda yang berakhir dengan jatuhnya Benteng Somba Opu secara terhormat. Peristiwa ini mengakar erat dalam kenangan setiap patriot Indonesia yang berjuang gigih membela tanah airnya.

Sultan Hasanuddin bersumpah  tidak sudi bekerja sama dengan Belanda dan pada tanggal 1 Juni 1669 meletakkan jabatan sebagai Raja Gowa ke XVI setelah hampir 16 tahun melawan penjajah. Pada hari Kamis tanggal 12 Juni 1670 Sultan Hasanuddin mangkat dalam usia 36 tahun. Berkat perjuangan dan jasa-jasanya terhadap bangsa dan negara, maka dengan Surat Keputusan Presiden RI Nomor 087/TK/Tahun 1973 tanggal 16 Nopember 1973, Sultan Hasanuddin dianugerahi penghargaan sebagai Pahlawan Nasional. Dalam sejarah berdirinya Kerajaan Gowa, mulai dari Raja Tumanurung Bainea sampai dengan setelah era Raja Sultan Hasanuddin  telah mengalami 36 kali pergantian Somba (raja).

Pada tahun 1950 berdasarkan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1950 Daerah Gowa terbentuk sebagai Daerah Swapraja dari 30 daerah Swapraja lainnya dalam pembentukan 13 Daerah Indonesia Bagian Timur. Sejarah Pemerintahan Daerah Gowa berkembang sesuai dengan sistem pemerintahan negara. Setelah Indonesia Timur bubar dan negara berubah menjadi sistem Pemerintahan Parlemen berdasarkan Undang-Undang Dasar Sementara  (UUDS) tahun 1950 dan Undang-undang Darurat Nomor 2 Tahun 1957, maka daerah Makassar bubar. Pada tanggal 17 Januari 1957 ditetapkan berdirinya kembali Daerah Gowa dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan ditetapkan sebagai daerah Tingkat II . 

Selanjutnya dengan berlakunya Undang-undang Nomor 1 tahun 1957 tentang Pemerintahan Daerah untuk seluruh wilayah Indonesia tanggal 18 Januari 1957 telah dibentuk Daerah-daerah Tingkat II. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 tahun 1957 sebagai penjabaran Undang-Undang Nomor 1 tahun 1957 mencabut Undang-Undang Darurat No. 2 Tahun 1957 dan menegaskan Gowa sebagai Daerah Tingkat II yang berhak mengurus rumah tangganya sendiri. Untuk operasionalnya dikeluarkanlah Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor U.P/7/2/24 tanggal 6 Pebruari 1957 mengangkat Andi Ijo Karaeng Lalolang sebagai Kepala Daerah yang memimpin  12 (dua belas) Daerah bawahan Distrik yang dibagi dalam 4 (empat) lingkungan kerja pemerintahan yang disebut koordinator.

Koordinator Gowa Utara, meliputi Distrik Mangasa, Tombolo, Pattallassang, Borongloe, Manuju dan Borisallo. Koordinatornya berkedudukan di Sungguminasa. Koordinator Gowa Timur, meliputi Distrik Parigi, Inklusif Malino Kota dan Tombolopao. Koordinatonya berkedudukan di Malino. Koordinator Gowa Selatan, meliputi Distrik Limbung dan Bontonompo. Koordinatornya berkedudukan di Limbung. Dan koordinator Gowa Tenggara, meliputi Distrik Malakaji, koordinatornya berkedudukan di Malakaji. Pada tahun 1960 berdasarkan kebijaksanaan Pemerintah Pusat di seluruh Wilayah Republik Indonesia diadakan Reorganisasi Distrik menjadi Kecamatan. untuk Kabupaten Daerah Tingkat II Gowa yang terdiri dari 12 Distrik diubah menjadi 8 Kecamatan.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1971 tentang perluasan Kotamadya Ujung Pandang sebagai Ibukota Propinsi, Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Gowa menyerahkan 2 (dua) Kecamatan yang ada di wilayahnya, yaitu Kecamatan Panakkukang dan sebagian Kecamatan Tamalate dan Desa Barombong Kecamatan Pallangga (seluruhnya 10 Desa) kepada Pemerintah Kotamadya Ujung Pandang. Terjadinya penyerahan sebagian wilayah tersebut, mengakibatkan makna samarnya jejak sejarah Gowa di masa lampau, terutama yang berkaitan dengan aspek kelautan pada daerah Barombong dan sekitarnya. Hal ini mengingat, Gowa justru pernah menjadi sebuah Kerajaan Maritim yang pernah jaya di Indoneia Bagian Timur, bahkan sampai ke Asia Tenggara.

Dengan dilaksanakannya Undang-Undang Nomor 51 tahun 1971, maka praktis wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Gowa mengalami perubahan yang sebelumnya terdiri dari 8 (delapan) Kecamatan dengan 56 Desa menjadi 7 (tujuh) Kecamatan dengan 46 Desa. Sebagai akibat dari perubahan itu pula, maka Pemerintah Daerah Kabupaten Gowa berupaya dan menempuh kebijaksanaan-kebijaksanaan yang didukung oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan dengan membentuk 2 (dua) buah Kecamatan yaitu Kecamatan Somba Opu dan Kecamatan Parangloe. 

Guna memperlancar pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan masyarakat Kecamatan Tompobulu, maka berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Propinsi Sulawesi Selatan No.574/XI/1975 dibentuklah Kecamatan Bungaya hasil pemekaran Kecamatan Tompobulu. Berdasarkan PP  No. 34 Tahun 1984, Kecamatan Bungaya di defenitifkan sehingga jumlah kecamatan di Kabupaten Gowa menjadi 9 (sembilan). Selanjutnya pada tahun 2006, jumlah kecamatan di Kabupaten Gowa telah menjadi 18 kecamatan akibat adanya pemekaran di beberapa kecamatan dengan jumlah desa/kelurahan definitif pada tahun 2006 sebanyak 167 dan 726 dusun/lingkungan.

ARTI LOGO KABUPATEN GOWA

Berikut adalah makna/arti dari logo Kabupaten Gowa (Gowa Regency) :
  1. Dasar lambang warna putih melambangkan tanda suci dengan itikad yang luhur untuk mencapai cita-cita bangsa yaitu masyarakat adil dan makmur yang diridhoi oleh Tuhan Yang Maha Esa.
  2. Bentuk bingkai persegi lima warna hitam adalah melambangkan Pancasila Dasar dan Falsafah Negara Republik Indonesia.
  3. Buah padi berwarna kuning emas dan buah kapas berwarna putih melingkari bingkai persegi lima, perlambang kemakmuran.
  4. Bagian depan terdapat tangga berwarna hitam bertuliskan Gowa dengan huruf latin warna putih menghubungkan buah padi dan kapas, perlambang Gowa siap melaksanakan pembangunan yang bertahap.
  5. Depan benteng nampak terpancang dua buah meriam warna merah, dimukanya bertengger seekor ayam jantan berwarna putih berjengger merah sedang berkokok, perlambang kepahlawanan nasional Sultan Hasanuddin yang berasal dari Gowa.
  6. Di tengah-tengah berdiri sebatang pohon lontar, berwarna hitam, buah sembilan biji berwarna merah, perlambang kebudayaan Gowa sebagai bagian dari kebudayaan nasional.
  7. Latar belakang lambang nampak sinar warna kuning emas dengan pancaran tujuh belas, perlambang Proklamasi 17 Agustus dan daun nyiur melambai, perlambang tanah airku Indonesia.

Arti Warna :
  • Warna putih berarti kesucian
  • Warna hitam berarti keabadian
  • Warna merah berarti kejayaan
  • Warna kuning berarti keluhuran
  • Warna hijau berarti kesuburan.

DOWNLOAD LOGO KABUPATEN GOWA
Untuk mendownload logo Kabupaten Gowa (Gowa Regency) dengan format JPG/JPEG (Joint Photographic Experts Group), PNG (Portable Network Graphics) tanpa background atau CDR (CorelDraw) untuk yang bisa diedit, langsung saja klik link dibawah ini:
 
download-logo-kabupaten-gowa-provinsi-sulawesi-selatan-vector-coreldraw-logoawal

LINK DOWNLOAD

>>  LOGO KABUPATEN GOWA <<
Format JPG   |   Format PNG   |   Format CorelDraw

0 Response to "DOWNLOAD LOGO KABUPATEN GOWA (GOWA REGENCY)"

Posting Komentar