DESKRIPSI
Kabupaten Maros adalah sebuah Kabupaten yang masuk ke dalam wilayah Provinsi Sulawesi Selatan. Secara posisi Kabupaten Maros terletak di titik kordinat 109° 20' 00” - 109° 12' 00” Bujur Timur dan 4° 45’ 00" - 5° 07’ 00" Lintang Selatan, dimana pada sisi sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Bengkalis, sedang pada sisi sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Kepulauan Meranti, lalu pada sisi sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Pelalawan, sedangkan disebelah baratnya berbatasan dengan Kabupaten Kampar dan Kota Pekanbaru. Secara umum wilayah Kabupaten Maros merupakan kawasan dataran rendah, dengan ketinggian daratan antara 50 hingga 150 meter diatas permukaan laut.
Kabupaten Maros adalah sebuah Kabupaten yang masuk ke dalam wilayah Provinsi Sulawesi Selatan. Secara posisi Kabupaten Maros terletak di titik kordinat 109° 20' 00” - 109° 12' 00” Bujur Timur dan 4° 45’ 00" - 5° 07’ 00" Lintang Selatan, dimana pada sisi sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Bengkalis, sedang pada sisi sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Kepulauan Meranti, lalu pada sisi sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Pelalawan, sedangkan disebelah baratnya berbatasan dengan Kabupaten Kampar dan Kota Pekanbaru. Secara umum wilayah Kabupaten Maros merupakan kawasan dataran rendah, dengan ketinggian daratan antara 50 hingga 150 meter diatas permukaan laut.
Kabupaten Maros sendiri wilayahnya terdiri dari 14 Kecamatan, 23 Kelurahan dan 80 Desa. Berdasarkan data statistik pada tahun 2017, jumlah penduduk Kabupaten Maros mencapai 397.937 jiwa. Luas wilayah Kabupaten Maros yaitu 1.619,12 km², sehingga tingkat sebaran penduduknya mencapai 246 jiwa/km². Bersama Kabupaten Takalar dan Kabupaten Gowa, Kabupaten Maros dikenal sebagai kabupaten penyangga Kota Makassar. Karena Kabupaten Maros merupakan wilayah yang berbatasan langsung dengan ibu kota Propinsi Sulawesi Selatan tersebut dengan jarak kedua kota tersebut berkisar 30 km dan sekaligus terintegrasi dalam pengembangan Kawasan Metropolitan Mamminasata.
Destinasi wisata yang ada di Kabupaten Maros ada beragam, diantaranya yaitu wisata Kawasan Karst Maros, berfoto di tempat ini akan memberi pengalaman yang tak terlupakan, berada di Desa Salenrang, Kecamatan Bontoa. Kemudian ada wisata Alam Kampung Rammang-Rammang, pengunjung bisa merasakan sensasi liburan romantis dengan menaiki perahu atau rakit yang ada di sungai Pute, berlokasi di dusun Salenrang, Desa Bontonlempangan, Kecamatan Bontoa. Lalu ada wisata Bulu Tombolo, menyuguhkan pemandangan alam terbuka dari atas ketinggian, berlokasi di Jl. Tompobulu, Kecamatan Tompu Bulu. Dan ada wisata Taman Kupu-Kupu Bantimurung di Jl. Poros Maros - Bone KM 12, Kalabbirang, Kecamatan Bantimurung.
Selain destinasi wisata diatas, kita juga bisa berkunjung ke sejumlah destinasi lainnya seperti wisata Sungai Pute di Desa Salenrang Kecamatan Bontoa, kemudian ada wisata Puncak Makkaroewa di Desa Labuaja Kecamatan Cenran, lalu ada wisata Leang Petta yang berlokasi di Poros Leang-Leang, dan ada wisata Desa Tompobalang serta Bukit Kanari Cenrana di Jl. Baji Pamai Kecamatan Cenrana. Selain itu ada juga wisata Air Terjun Lacolla yang berada di Dusun Malaka Desa Cenrana Baru Kecamatan Cenrana, kemudian ada wisata Helena Sky Bridge Bantimurung di desa Kalabbirang Kecamatan Bantimurung, lalu ada Wisata Bulu Saukang di Benteng Gajah Kecamatan Tompu Bulu, dan ada Maros Waterpark di desa Samangki kecamatan Simbang.
SEJARAH KABUPATEN MAROS
Sejarah tentang Maros senantiasa terkait dengan keberadaan manusia prasejarah yang ditemukan di Gua Pettae, Kelurahan Leang-Leang, Kecamatan Bantimurung (sekitar 11 km dari Kota Turikale atau 44 km dari Kota Makassar). Dari hasil penelitian, arkeolog menyebutkan bahwa gua bersejarah tersebut telah dihuni oleh manusia sejak zaman megalitikum sekitar 3.000 tahun sebelum Masehi (nyaris satu zaman dengan Nabi Nuh yang wafat 3043 tahun sebelum Masehi) yang selanjutnya turun-temurun atau beranak-pinak hingga saat ini. Sehingga, untaian sejarah tersebut menjadi "benang merah" tentang asal-muasal orang-orang Maros atau biasa disebut dengan istilah "Putera Daerah".
"Karaenna tu Marusuka nikana Karaeng Loe ri Paker", kutipan "Lontaraq patturioloang" Makassar pada masa pemerintahan Raja Gowa ke-9 Karaeng Tumapakrisik Kallongna (1510-1546). Karaeng Loe ri Pakere adalah Karaeng (Raja) pertama di Maros. Beliau disebut juga sebagai Tumanurung Maros, karena asal-usulnya tidak diketahui, nama pribadinya pun tidak diketahui. Karaeng Loe Ri Pakere dipercaya sebagai Raja pertama mendasari sejarah Maros. Dalam periode Lontara', Karaeng Loe Ri Pakere adalah sosok yang pertama kali membentuk sistem kemasyarakatan dalam lingkup Kerajaan Marusu (Maros). Karaeng Loe Ri Pakere tampil sebagai pemimpin yang memperkenalkan otoritas dan eksistensi negerinya kepada kerajaan-kerajan tetangga ketika menjalin persekutuan dengan Raja Gowa IX, Daeng Matanre Tumapaqrisiq Kallongna dan Raja Polongbangkeng Karaeng Loe Ri Bajeng.
Marusu' atau dikenal dengan Maros, adalah sebuah legenda sejarah dalam peradaban umat manusia, ketika eksistensi dan pengaruhnya dengan dunia luar mulai merambah komunitas sekelilingnya. Kerajaan Marusu' berdiri pada sekitar abad ke-15 dengan seorang raja yang diyakini sebagai seorang tomanurung bergelar Karaeng Loe Ri Pakere. Sebagian besar raja-raja dan bangsawan di Sulawesi Selatan adalah keturunan Raja Marusu' (Maros), termasuk pahlawan nasional yang bergelar Ayam Jantan dari Timur Sultan Hasanuddin. Hubungan kekerabatan antara Raja Marusu' dengan raja-raja di Sulawesi Selatan diawali dengan perkawinan antara putri Karaeng Loe ri Marusu' dengan I Mangayoang Berang Tunipasuru', Raja Tallo III”. Dari perkawinan tersebut lahirlah Raja Gowa, Raja Tallo, Raja Bone, dan Raja Luwu serta keturunannya yang tersebar di Sulawesi Selatan, mereka adalah adalah keturunan Raja Maros Karaeng Loe Ri Marusu'.
Sultan Hasnuddin, pasca kedatangan Belanda, Kerajaan Gowa/Tallo mengalami kekalahan atas serangan pihak Belanda di bawah pimpinan Admiral Speelman. Atas kekalahannya tersebut Sultan Hasanuddin terpaksa menandatangani suatu perjanjian perdamaian pada tanggal 18 november 1667 yang dinamakan “Cappaya ri Bungaya” atau “Perjanjian Bungaya”. Yang terdiri atas beberapa pasal, dan salah satunya mengatakan “bahwa negeri negeri yang telah ditaklukkan oleh kompeni dan sekutunya, harus menjadi tanah milik kompeni sebagai hak penaklukkan”. Maros pada pasca Perjanjian Bongaya 1667 dikategorikan berada langsung dalam kekuasaan kolonial Belanda. Dampak selanjutnya adalah “Migrasi” bangsawan Makassar dari Kerajaan Gowa, Tallo, termasuk dari Maros sendiri ke negeri lain di luar terutama ke Pulau Jawa.
Migrasi tersebut dikakukan dibawah Komando Karaeng Galesong, putra Sultan Hasanuddin sebagai sikap ketidakpuasan dengan Perjanjian Bongaya karena perjanjian yang sangat merugikan pihak Makassar dan menguntungkan sepihak bagi VOC Belanda yang didukung penuh oleh sekutunya dari Bone dan Soppeng. Dengan mendirikan kerajaan-kerajaan serta kasullewatangan baru di wilayah sekitar Maros. Kerajaan dan Kasullewatangan tersebut antara lain Turikale, Simbang, Tanralli, Bontoa, Tangkuru, Raya, Lau', Timboro', dan Kabba (Wara), serta beberapa kerajaan di wilayah Lebbo' Tengae.
Pada Tahun 1859, daerah-daerah di wilayah Maros dimodifikasi lagi oleh kolonial Belanda dengan membentuk Regentschappen (Keresidenan) dengan komposisi : Regentschap Turikale, terdiri 43 Kampoeng, Regentschap Tanralili, terdiri 40 Kampoeng, Regentschap Marusu, terdiri 35 Kampoeng, Regentschap Lau' (gabungan Raya, Lau', dan Tangkuru'), terdiri 34 Kampoeng, Regentschap Simbang, terdiri 24 Kampoeng, dan Reetschap Bontoa, terdiri 16 Kampoeng. Kepala Pemerintahan pada masing-masing Regentschappen tersebut di atas adalah Regent (setingkat bupati) yang bergelar Karaeng yang dipilih dari bangsawan setempat yang memenuhi syarat oleh masing-masing Kepala Kampoeng dengan persetujuan Gouvernement Belanda di Makassar.
Pada Tahun 1917, bentuk pemerintahan tersebut diubah lagi menjadi Distrik Adat Gementschap berdasarkan earste Gouvernements Secretari No. 1863/I, tanggal 4 Agustus 1917, dan Kepala Pemerintahannya adalah Kepala Distrik yang bergelar Karaeng, Arung/Puwatta, dan Gallarang. Di masa pemerintahan Jepang (1942-1945), sistem pemerintahan di Maros tidak berubah, yang berubah hanyalah bahasa. Adat gemeenschap dinamai “Gun”, dikepalai “Guntjo”, dikoordinasi oleh “Guntjo Sodai” dari Indonesia di bawah taktis Bunken Kanrikan dari Jepang.
Dengan Staatsblad 1946/17, Daerah-daerah bekas Rechtstreeks Bestuursgebied termasuk Onderafdeeling Maros dibentuklah swapraja baru (neo zelfsbestuur), terdiri dari gabungan adat gemenschap. UU No. 22 Tahun 1948 yang telah ditetapkan Pemerintah Pusat RI tetap bertahan meski Belanda belum mengakui kedaulatan Indonesia. Dengan SK Mendagri No. Des. 1/14/4/1951, Gubernur diperintahkan mempersiapkan daerah otonom baru setingkat Daerah Swatantra Tingkat II, disusul PP No. 34/1952, jo. PP No. 2/1952, dibentuklah DAERAH MAKASSAR yang berkedudukan di Sungguminasa, Takalar, Jeneponto, Maros, Pangkajene dan Kepulauan sebagai Daerah Otonom Tingkat II.
Pasca kemerdekaan negara Republik Indonesia berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1952 junto Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1953 tentang pembentukan Afdeling Makassar didalamnya terdapat Maros sebagai Onderafdeling dengan 16 Distrik yaitu, Turikale, Marusu, Simbang, Bontoa, Lau, Tanralili, Sudiang, Moncongloe, Bira, Biringkanayya, Mallawa, Camba, Cenrana, Laiya, Wanua Waru, dan Gattarang Matinggi. Akibat perkembangan kehidupan bernegara, lahir pula UU Darurat No. 2 Tahun 1957, dimana DAERAH MAKASSAR dipecah menjadi Daerah: Gowa, Makassar, Jeneponto dan Takalar.
Kabupaten Makassar membawahi wilayah–wilayah: Onderafdeeling Pulau-pulau, Onderafdeeling Maros dan Onderafdeeling Pangkajene. Usaha simplikasi pembentukan daerah–daerah dilanjutkan Pemerintah Pusat RI dengan UU No. 29 Tahun 1959 yang dikeluarkan pada tanggal 4 Juli 1959, dimana Maros menjadi daerah otonom tingkat II, sehingga menjadi Kabupaten Dati II Maros yang membawahi 4 kecamatan, yakni: Maros Baru, Mandai, Bantimurung, dan Camba dengan Bupati pertama, Nurdin Johan. Pada tanggal tersebut juga ditetapkan sebagai hari jadi Kabupaten Maros berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Maros Nomor 3 Tahun 2012.
ARTI LOGO KABUPATEN MAROS
Berikut adalah makna/arti dari logo Kabupaten Maros (Maros Regency) :
- Dasar dari lambang yang berbentuk Perisai menggambarkan keuletan, ketangkasan dan kejujuran.
- Bajak (Rikkala atau Pajeko) menggambarkan kehidupan masyarakat yang berorientasi pada bidang pertanian.
- Keris Terhunus yang pangkalnya bertuliskan MAROS menggambarkan sifat patriotik rakyat.
- Gunung melambangkan keagungan dan air melambangkan pengairan serta daerah wisata.
- Rantai Melingkar Bermata 29 (dua puluh semblan), menggambarkan kekuatan dan persatuan rakyat.
- Padi dengan Jumlah 17 (tujuh belas) butir dan 4 (empat) Kuntuk Bunga Kemiri dan 5 (lima) Helai Daunnya berada diatas sayap berbulu delapan mengingatkan kita terhadap detik proklamasi 17-8-1945.
- Huruf Lontara’ menggambarkan dari tiga persekutuan masyarakat hukum adat.
DOWNLOAD LOGO KABUPATEN MAROS
Untuk mendownload logo Kabupaten Maros (Maros Regency) dengan format JPG/JPEG (Joint Photographic Experts Group), PNG (Portable Network Graphics) tanpa background atau CDR (CorelDraw) untuk yang bisa diedit, langsung saja klik link dibawah ini:
LINK DOWNLOAD
0 Response to "DOWNLOAD LOGO KABUPATEN MAROS (MAROS REGENCY)"
Posting Komentar