DESKRIPSI
Kabupaten Sinjai adalah sebuah Kabupaten yang masuk ke dalam wilayah Provinsi Sulawesi Selatan. Secara posisi Kabupaten Sinjai terletak di titik kordinat 119° 56' 30” - 120° 25' 33” Bujur Timur dan 5° 02’ 56" - 5° 21’ 16" Lintang Selatan, dimana pada sisi sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Bone, sedang pada sisi sebelah timur berbatasan dengan Teluk Bone, lalu pada sisi sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bulukumba dan Kabupaten Bantaeng, sedangkan disebelah baratnya berbatasan dengan Kabupaten Gowa. Secara umum wilayah Kabupaten Sinjai merupakan kawasan dataran rendah dan pegunungan, dengan ketinggian daratan antara 0 hingga 2.871 meter diatas permukaan laut.
Kabupaten Sinjai adalah sebuah Kabupaten yang masuk ke dalam wilayah Provinsi Sulawesi Selatan. Secara posisi Kabupaten Sinjai terletak di titik kordinat 119° 56' 30” - 120° 25' 33” Bujur Timur dan 5° 02’ 56" - 5° 21’ 16" Lintang Selatan, dimana pada sisi sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Bone, sedang pada sisi sebelah timur berbatasan dengan Teluk Bone, lalu pada sisi sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bulukumba dan Kabupaten Bantaeng, sedangkan disebelah baratnya berbatasan dengan Kabupaten Gowa. Secara umum wilayah Kabupaten Sinjai merupakan kawasan dataran rendah dan pegunungan, dengan ketinggian daratan antara 0 hingga 2.871 meter diatas permukaan laut.
Kabupaten Sinjai sendiri wilayahnya terdiri dari 9 Kecamatan, 13 Kelurahan dan 67 Desa. Berdasarkan data statistik pada tahun 2020, jumlah penduduk Kabupaten Sinjai mencapai 268.496 jiwa. Luas wilayah Kabupaten Sinjai yaitu 819,96 km², sehingga tingkat sebaran penduduknya mencapai 327 jiwa/km². Kabupaten Sinjai, wilayahnya termasuk 9 pulau-pulau kecil di Teluk bone yang masuk ke wilayah kecamatan Pulau Sembilan. Pertanian yang menonjol dari kabupaten Sinjai adalah lada dan coklat. Lada tumbuh hampir di semua kecamatan kecuali di kecamatan Pulau Sembilan. Luas areal tanamnya mencapai 3.249 hektare dengan jumlah produksi 2.380 per tahun. Sedangkan coklat atau kakao tumbuh hampir di semua kecamatan dengan luas area tanam 4.178 hektare dan hasil panen per tahun mencapai 2.129 ton. Sinjai mengkespor coklat-coklat ini ke Eropa.
Destinasi wisata yang ada di Kabupaten Sinjai ada beragam, diantaranya yaitu wisata Rumah Adat Karampuang, menjadi tempat yang masih menjaga serta melestarikan kebudayaan Sinjai yang asli satu satunya, berada di desa Tompobulu, Kecamatan Bulupodo. Kemudian ada wisata Mangrove Tongke-Tongke, pengunjung bisa mengelilingi hutan dengan melewati jalan setapak dari kayu, berlokasi di Desa Tongke-Tongke, Kecamatan Sinjai Timur. Lalu ada wisata Pulau Larea Rea, merupakan pulau tak berpenghuni dengan keindahan pantai pasir putih dan airnya yang jernih, berlokasi di Kecamatan Pulau Sembilan. Dan ada wisata Air Terjun Pussanti, terletak di kaki gunung Bawakaraeng yang udaranya sangat sejuk, berada di Desa Barania, Kecamatan Sinjai Barat. Serta ada Bukit Pelangi, dipenuhi dengan kelap kelip lampu saat malam hari, berlokasi di desa Biringere, Kecamatan Sinjai Utara.
Selain destinasi wisata diatas, kita juga bisa berkunjung ke sejumlah destinasi lainnya seperti wisata Bamboo Village Tanassang, panorama alamnya yang cantik cocok dijadikan spot foto, berlokasi di Kelurahan Alehanuae, Kecamatan Sinjai Utara. Kemudian ada wisata Dermaga Setia, selain bisa menikmati hamparan laut biru yang luas, juga bisa berenang, berada di Kecamatan Sinjai Timur. Lalu ada wisata Pulau Burungloe, dikelilingi tujuh sumur yang tertutup ketika air laut pasang dan akan muncul ketika surut, berlokasi di Kecamatan Pulau Sembilan. Dan ada Air Terjun Barania di Kecamatan Sinjai Barat, ada Air Terjun Pincuni di Kecamatan Sinjai Barat, Bukit Vandiam di Kecamatan Sinjai Timur, Pulau Kanalo di Kecamatan Pulau Sembilan, Bedungan PLTS Manipi, dan Air Terjun Laliako di Desa Terasa Kecamatan Sinjai Barat, serta Pulau Liang-Liang yang ada di desa Pulau Harapan Kecamatan Pulau Sembilan.
SEJARAH KABUPATEN SINJAI
Sebelum terbentuknya Sinjai, wilayah tersebut terdiri dari beberapa kerajaan kecil yang tergabung kedalam beberapa konfederasi atau persekutuan, diantaranya persekutuan Tellu limpoe yang terdiri dari kerajaan-kerajaan dekat pesisir pantai, yakni Kerajaan Tondong, Bulo-bulo dan Lamatti. Selanjutnya ada persekutuan Pitu Limpoe yang terdiri dari kerajaan-kerajaan di daratan tinggi, yakni Kerajaan Turungen, Manimpahoi, Terasa, Pao, Manipi, Suka dan Bala Suka. Di anatar kedua persekutuan itu, hanya Tellu Limpoe lah yang memiliki pengaruh besar. Sekalipun kerajaan-kerajaan tersebut tergabung ke dalam persekutuan, namun pelaksanana roda pemerintahan tetap berjalan pada wilayahnya masing-masing.
Terkait dengan nama "Sinjai", terdapat beberapa versi kisah yang menceritakan sejarah kemunculan dan penamaan Sinjai. Versi yang pertama mengatakan bahwa nama Sinjai berasal dari kata sijai dalam bahasa Bugis yang berarti disatukan oleh jahitan, maksudnya adalah hubungan kekerabatan antara kerajaan-kerajaan di wilayah itu sangat erat bagaikan disatukan oleh jahitan. Hal ini diperjelas dengan adanya gagasan dari La Massiajeng, Raja Lamatti ke-10 untuk memperkokoh persaudaraan antara kerajaan Bulo-Bulo dan Lamatti dengan ungkapannya “pasijai singkerunna Lamatti na Bulo-Bulo” artinya satukan keyakinan Lamatti dengan Bulo-Bulo, setelah La Massiajeng wafat, ia digelari dengan nama Matinroe Risijaina.
Menurut sejarawan Universitas Hasanuddin, Prof Dr Mattulada, secara etimologis Sinjai berasal dari kata sanjai dalam bahasa Makassar yang berarti sama banyaknya. Tradisi lisan atau yang sudah tercatat dalam lontara, menceritakan pada pertengahan abad XVI, ketika raja Gowa ke-10, Tunipallangga Ulaweng (1546-1565) berlayar kembali ke Gowa setelah berperang melawan Bone. Ketika kapalnya berlayar di sekitar Pantai Mangarabombang, raja Gowa menengok ke daratan dan bertanya, “apakanne rate? Kere jai balla’na ri Maccini Sombala?” (Negeri apakah di daratan itu? Mana lebih banyak rumah dibandingkan dengan Maccini Sombala?) Perwira yang mengawal raja Gowa menjawab, “Sanjai, sombangku” (sama banyaknya tuanku), raja Gowa kemudian mengulang kata itu “Sanjai.”
Semua pasukan dalam kapal mendengar dan kemudian memahami negeri di daratan yang ditanyakan raja Gowa dengan nama Sanjai terletak di Tondong dan Bulo-Bulo. Kemudian dalam mengucapkan dan penanaman selanjutnya berubah meniadi Sinjai. Sampai kini di sekitar Mangarabombang, masih tetap ada satu desa yang bernama Sanjai. Kisah yang sedikit berbeda diutarakan oleh Dr Edward L Poelinggomang, dosen sejarah Fakultas Sastra Universitas Hasanuddin, mengatakan, Sinjai dahulu bernama Baemoente. Perubahan nama terjadi ketika raja Gowa Tunipallangga Ulaweng dalam pelayaran ekspedi menaklukkan daerah pesisir timur jazirah selatan Pulau Sulawesi dan mendarat di Bulo-Bulo untuk mengamati dan menguasai negeri itu.
Raja Gowa takjub melihat kesejahteraan dan kepadatan penduduk negeri ini. Raja Gowa kemudian berpesan kepada raja Bulo-Bulo, “engkau boleh menamakan negerimu ini dengan nama Sanjai, karena negerimu ini dihuni sama baiknya di negeri Gowa.” Penamaan Sinjai bermula ketika Raja Gowa Tunipallangga Ulaweng mengunjungi persekutuan Tellu Limpoe, raja Gowa menanyakan jumlah kerajaan yang tergabung dalam persekutuan Tellu Limpoe. Raja yang tergabung dalam Tellu Limpoe kemudian menjawab sembilan kerajaan. Raja Gowa lalu membalas dengan mengatakan “sanjai Gowa” (sama banyaknya di Gowa), dan dari percakapan itulah kemudian nama Sanjai mulai dikenal dan melekat pada negeri-negeri di Tellu Limpoe sarnpai hari ini.
Penamaan Sinjai tidak terlepas dalam konsep To Manurung yang merupakan cikal bakal pemimpin pertama di wilayah Sinjai. Raja pertama memerintah di Sinjai berasl dari Manurungnge ri Tanralili yang tidak diketahui dari mana asal-usulnya dan diberi nama gelar Tippange Tana. Tippange Tana tidak menetap dalam suatu daerah sehingga masyarkat Bugis menamakannya “saja’mi” atau “saja’i.” Dalam bahasa Bugis, saja bearti lenyap dari pandangan kemudian muncul di tempat lain. Dari kata saja’i ini kemudian berubah menjadi Sanjai dan Sinjai. Penggunaan nama Sinjai yang meliputi beberapa kerajaan lokal selama rentang abad XVII sampai abad XX memberi indikasi nama tersebut entah secara mitos maupun dengan fakta sejarah cukup jelas adanya.
Perjalanan sejarah lokal mencatat sembilan kerajaan yang tercakup dalam negeri Sinjai. Tetapi dalam kenyataan hanya tiga kerajaan berpengaruh dan dikenal cukup luas, yaitu Tondong, Bulo-Bulo dan Lamatti. Sampai pada masa kolonial Belanda, wilayah Tellu Limpoe ini digabung menjadi satu wilayah pemerintahan dengan sebutan Goster Districten pada tahun 1861. Tanggal 24 Gebruari 1940, Gubernur Grote Gost menetapkan pembangian administratif untuk daerah timur termasuk residensi Celebes, dimana Sinjai berstatus sebagai Onderafdeling Sinjai. Pada masa pendudukan Jepang, struktur pemerintahan dan namanya ditatah sesuai dengaan kebutuhan Bala Tentara Jepang yang bermarkas di Gojeng.
Setelah kemerdekaan Indonesia, tanggal 20 Oktober 1959, Sinjai resmi menjadi sebuah kabupaten berdasarkan Undang-Undang No. 29 Tahun 1959. Dan pada tanggal 17 Pebruari 1960 Abdul Latief dilantik menjadi Kepala Daerah Tingkat II Sinjai yang Pertama.
ARTI LOGO KABUPATEN SINJAI
Berikut adalah makna/arti dari logo Kabupaten Sinjai (Sinjai Regency) :
- Kuda berwarna putih : Gambar ini dilatarbelakangi kondisi masa lalu dimana masyarakat Sinjai sebagian besar menggunakan Kuda sebagai hewan yang paling dominan membantu aktivitas keseharian masyarakat dan bahkan menjadi “kendaraan resmi raja-raja” yang kadang juga digunakan sebagai kendaraan perang. Selain itu kuda, juga melambangkan keperkasaan, ketekunan dan semangat kerja keras yang dimiliki masyarakat Sinjai. Sementara warna putih melambangkan bahwa dalam keperkasaan terkandung makna kesucian dan kejernihan itikad dan motivasi masyarakat dalam menjalankan aktivitas dan kehidupan kemasyarakatan.
- Perahu berwarna kuning : selain sebagai alat transportasi utama di perairan Sinjai dikala itu, maka gambaran perahu ini pula masyarakat Sinjai dalam mengarungi perjalanan sejarah yang panjang yang tentunya akan melalui berbagai riak-riak ombak sebagai gambaran tantangan yang akan dihadapi masyarakat dalam mewujudkan harapan Sinjai yang sejahtera.
- Perisai bulat panjang dengan warna hijau; Perisai menunjukkan sebagai benteng diri atau kelompok yang dapat divisualisasikan sebagai kuatnya komitmen kelompok untuk menjaga diri dari pengaruh-pengaruh negatif dari perkembangan budaya.
- Sementara warna hijau : melambangkan kesuburan bumi dengan segala potensinya, tempat masyarakat Sinjai menggantungkan harapan-harapan hidupnya.
- Simpul Pita pada leher kuda merupakan repsentasi 5 (lima) kecamatan (pada awal pembentukan) yang berada dalam sebuah bingkai ikatan kesatuan Kabupaten Sinjai.
- Pasak dengan warna putih menggambarkan ikatan kesatuan masyarakat di 38 (tiga puluh delapan) desa se-Kabupaten Sinjai ketika Sinjai resmi dibentuk menjadi sebuah Kabupaten Daerah Tingkat II. Hal ini juga melambangkan kerelaan masyarakat untuk mengikatkan diri dalam sebuah simpul kesatuan daerah.
- Bingkai berwarna hitam melambangkan kebulatan tekad masyarakat Sinjai.
- Tulisan SINJAI berwarna putih melambangkan kesucian dan keteguhan dalam perdamaian
- Warna dasar kuning melambangkan keagungan nama Sinjai sebagai daerah yang dikenal dengan nama yang harum sebagai Daerah Kabupaten.
DOWNLOAD LOGO KABUPATEN SINJAI
Untuk mendownload logo Kabupaten Sinjai (Sinjai Regency) dengan format JPG/JPEG (Joint Photographic Experts Group), PNG (Portable Network Graphics) tanpa background atau CDR (CorelDraw) untuk yang bisa diedit, langsung saja klik link dibawah ini:
LINK DOWNLOAD
0 Response to "DOWNLOAD LOGO KABUPATEN SINJAI (SINJAI REGENCY)"
Posting Komentar