DESKRIPSI
Provinsi Kalimantan Tengah adalah sebuah Provinsi yang masuk ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Secara posisi Provinsi Kalimantan Tengah terletak di titik kordinat 111° 00' 00” - 116° 00' 00” Bujur Timur dan 0° 45’ 00" - 3° 30’ 00" Lintang Selatan, dimana pada sisi sebelah utara berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Barat dan Provinsi Kalimantan Timur, sedang pada sisi sebelah timur berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Timur dan Provinsi Kalimantan Selatan, lalu pada sisi sebelah selatan berbatasan dengan Laut Jawa, sedangkan disebelah baratnya berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Barat. Batas Provinsi Kalimantan Tengah di bagian utara yaitu sabuk pegunungan Muller Schwanner, paling tidak ada sekitar 52 bukit, mulai dari ketinggian 343 meter diatas permukaan laut yaitu Bukit Ancah hingga yang paling tinggi dengan ketinggian 2278 meter diatas permukaan laut yaitu Bukit Raya.
Provinsi Kalimantan Tengah adalah sebuah Provinsi yang masuk ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Secara posisi Provinsi Kalimantan Tengah terletak di titik kordinat 111° 00' 00” - 116° 00' 00” Bujur Timur dan 0° 45’ 00" - 3° 30’ 00" Lintang Selatan, dimana pada sisi sebelah utara berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Barat dan Provinsi Kalimantan Timur, sedang pada sisi sebelah timur berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Timur dan Provinsi Kalimantan Selatan, lalu pada sisi sebelah selatan berbatasan dengan Laut Jawa, sedangkan disebelah baratnya berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Barat. Batas Provinsi Kalimantan Tengah di bagian utara yaitu sabuk pegunungan Muller Schwanner, paling tidak ada sekitar 52 bukit, mulai dari ketinggian 343 meter diatas permukaan laut yaitu Bukit Ancah hingga yang paling tinggi dengan ketinggian 2278 meter diatas permukaan laut yaitu Bukit Raya.
Provinsi Kalimantan Tengah sendiri wilayahnya terdiri dari 13 Kabupaten, 1 Kotamadya, 136 Kecamatan, 139 Kelurahan dan 1.432 Desa. Berdasarkan data statistik pada tahun 2020, jumlah penduduk Provinsi Kalimantan Tengah mencapai 2.670.000 jiwa. Luas wilayah Provinsi Kalimantan Tengah yaitu 153.564,50 km², sehingga tingkat sebaran penduduknya mencapai 17 jiwa/km². Wilayah Provinsi Kalimantan Tengah 80% wilayahnya didominasi oleh area Hutan. Lahan yang luas saat ini mulai didominasi kebun Kelapa Sawit yang mencapai 700.000 ha (2007). Perkebunan karet dan rotan rakyat masih tersebar hampir diseluruh daerah, terutama di Kabupaten Kapuas, Katingan, Pulang Pisau, Gunung Mas dan Kotawaringin Timur. Banyak ragam potensi sumber alam, antara lain yang sudah diusahakan berupa tambang batubara, emas, zirkon, besi. Terdapat pula tembaga, kaolin, batu permata dan lain-lain.
Provinsi Kalimantan Tengah terbagi kedalam 13 Kabupaten dan 1 Kota, yaitu:
- Kabupaten Barito Selatan dengan ibukota Buntok.
- Kabupaten Barito Timur dengan ibukota Tamiang Layang.
- Kabupaten Barito Utara dengan ibukota Muara Teweh.
- Kabupaten Gunung Mas dengan ibukota Kuala Kurun.
- Kabupaten Kapuas dengan ibukota Kuala Kapuas.
- Kabupaten Katingan dengan ibukota Kasongan.
- Kabupaten Kotawaringin Barat dengan ibukota Pangkalan Bun.
- Kabupaten Kotawaringin Timur dengan ibukota Sampit.
- Kabupaten Lamandau dengan ibukota Nanga Bulik.
- Kabupaten Murung Raya dengan ibukota Puruk Cahu.
- Kabupaten Pulang Pisau dengan ibukota Pulang Pisau.
- Kabupaten Sukamara dengan ibukota Sukamara.
- Kabupaten Seruyan dengan ibukota Kuala Pembuang.
- Kota Palangka Raya dengan ibukota Palangka Raya.
Kesenian dan kebudayaan yang ada di Provinsi Kalimantan Tengah cukup beragam. Tiga etnis dominan di Kalimantan Tengah yaitu etnis Dayak (45,98%), Jawa (21,93%) dan Banjar (21,28%). Kawasan utama etnis Dayak yaitu daerah hulu dan pedalaman, Kawasan utama etnis Jawa yaitu daerah transmigrasi dan Kawasan utama etnis Banjar yaitu daerah pesisir, perbatasan Kalimantan Selatan dan perkotaan. Pada dasarnya bahasa yang digunakan secara luas di Kalimantan Tengah adalah Bahasa Dayak dan Bahasa Indonesia. Persebaran Bahasa Banjar ke Kalimantan Tengah karena besarnya jumlah perantauan Suku Banjar asal Kalimantan. Busana pengantin pria Dayak Kalimantan Tengah memakai celana panjang sampai lutut, selempit perak atau tali pinggang dan tutup kepala. Perhiasan yang dipakai adalah inuk atau kalung panjang, cekoang atau kalung pendek dan kalung yang terbuat dari gigi binatang. Pengantin wanita memakai kain berupa rok pendek, rompi, ikat kepala dengan hiasan bulu enggang gading, kalung dan subang.
SEJARAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH
Menurut legenda suku Dayak yang berasal dari Panaturan Tetek Tatum yang ditulis oleh Tjilik Riwut mengisahkan orang pertama yang menempati bumi atau menginjakan kakinya di Kalimantan adalah Raja Bunu. Pada abad ke-14 Maharaja Supayaryanata, gubernur Majapahit memerintah di Kerajaan Negara Dipa (Amuntai) yang berpusat di Candi Agung dengan wilayah mandalanya dari Tanjung Silat sampai Tanjung Puting dengan daerah-daerah yang disebut Sakai, yaitu daerah batang sungai Barito, Tabalong, Balangan, Pitap, Alai, Amandit, Labuan Amas, Biaju Kecil (Kapuas-Murung), Biaju Besar (Kahayan), Sebangau, Mendawai, Katingan, Sampit dan Pembuang dengan kepala-kepala daerahnya masing-masing yang disebut Mantri Sakai (Kepala Distrik), sedangkan wilayah Kotawaringin pada masa itu merupakan kerajaan tersendiri.
Kerajaan Negara Dipa dilanjutkan oleh Kerajaan Negara Daha dengan raja pertamanya Miharaja Sari Babunangan Unro miharaja= maharaja. Raja tersebut telah mengantar salah seorang puteranya yang bernama Raden Sira Panji Kesuma alias Uria Gadung (Uria= Aria) untuk memegang kekuasaan wilayah Tanah Dusun [atau Barito Raya] yang berkedudukan di JAAR – SANGGARWASI. Pada abad ke-16, Kalimantan Tengah masih termasuk dalam wilayah mandala Kesultanan Banjar, penerus Negara Daha yang telah memindahkan ibu kota ke hilir sungai Barito tepatnya di Banjarmasin, dengan wilayah mandalanya yang semakin meluas meliputi daerah-daerah dari Tanjung Sambar sampai Tanjung Aru. Pada abad ke-16, berkuasalah Raja Maruhum Panambahan yang beristrikan Nyai Siti Biang Lawai, seorang puteri Dayak anak Patih Rumbih dari Biaju.
Tentara Biaju kerapkali dilibatkan dalam revolusi di istana Banjar, bahkan dengan aksi pemotongan kepala (ngayau) misalnya saudara muda Nyai Biang Lawai bernama Panglima Sorang yang diberi gelar Nanang Sarang membantu Raja Maruhum menumpas pemberontakan anak-anak Kiai Di Podok. Selain itu orang Biaju (sebutan Dayak pada zaman dulu) juga pernah membantu Pangeran Dipati Anom (ke-2) untuk merebut tahta dari Sultan Ri'ayatullah. Raja Maruhum menugaskan Dipati Ngganding untuk memerintah di negeri Kotawaringin. Dipati Ngganding digantikan oleh menantunya, yaitu Pangeran Dipati Anta-Kasuma putra Raja Maruhum sebagai raja Kotawaringin yang pertama dengan gelar Ratu Kota Waringin. Pangeran Dipati Anta-Kasuma adalah suami dari Andin Juluk binti Dipati Ngganding dan Nyai Tapu binti Mantri Kahayan.
Di Kotawaringin Pangeran Dipati Anta-Kasuma menikahi wanita setempat dan memperoleh anak, yaitu Pangeran Amas dan Putri Lanting. Pangeran Amas yang bergelar Ratu Amas inilah yang menjadi raja Kotawaringin, penggantinya berlanjut hingga Raja Kotawaringin sekarang, yaitu Pangeran Ratu Alidin Sukma Alamsyah. Kontrak pertama Kotawaringin dengan VOC-Belanda terjadi pada tahun 1637. Menurut laporan Radermacher, pada tahun 1780 telah terdapat pemerintahan pribumi seperti Kyai Ingebai Suradi Raya kepala daerah Mendawai, Kyai Ingebai Sudi Ratu kepala daerah Sampit, Raden Jaya kepala daerah Pembuang dan kerajaan Kotawaringin dengan rajanya yang bergelar Ratu Kota Ringin.
Berdasarkan traktat 13 Agustus 1787, Sultan Batu dari Banjarmasin menyerahkan daerah-daerah di Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, sebagian Kalimantan Barat dan sebagian Kalimantan Selatan (termasuk Banjarmasin) kepada VOC, sedangkan Kesultanan Banjar sendiri dengan wilayahnya yang tersisa sepanjang daerah Kuin Utara, Martapura, Hulu Sungai sampai Distrik Pattai, Distrik Sihoeng dan Mengkatip menjadi daerah protektorat VOC, Belanda. Sesuai traktat 1 Januari 1817, Sultan Sulaiman dari Banjar menyerahkan Kalimantan Timur, Kalimatan Tengah, sebagian Kalimantan Barat dan sebagian Kalimantan Selatan (termasuk Banjarmasin) kepada Hindia Belanda. CONTRACT MET DEN SULTAN VAN BANDJERMASIN 4 Mei 1826. / B 29 September 1826 No. 10, Sultan Adam al-Watsiq Billah dari Banjar menegaskan kembali penyerahan wilayah Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, sebagian Kalimantan Barat dan sebagian Kalimantan Selatan kepada pemerintahan kolonial Hindia Belanda.
Secara de facto wilayah pedalaman Kalimantan Tengah tunduk kepada Hindia Belanda semenjak Perjanjian Tumbang Anoi pada tahun 1894. Selanjutnya kepala-kepala daerah di Kalimantan Tengah berada di bawah Hindia Belanda. Sekitar tahun 1850, daerah Tanah Dusun (Barito Raya) terbagi dalam beberapa daerah pemerintahan yaitu: Kiaij Martipatie, Moeroeng Sikamat, Dermawijaija, Kiaij Dermapatie, Ihanjah dan Mankatip. Sejak tahun 1845, Hindia Belanda membuat susunan pemerintahan untuk daerah zuid-ooster-afdeeling van Borneo [meliputi daerah sungai Kahayan, sungai Kapuas Murung, sungai Barito, sungai Negara serta Tanah Laut. Selain Residen terdapat juga Rijksbestierder alias Kepala Pemerintahan Pangeran Ratoe Anom Mangkoeboemi Kentjana. Di dalam hierarki pemerintahan tersebut terdapat nama kepala suku Dayak seperti Tumenggung Surapati dan Toemenggoeng Nicodemus Djaija Negara.
Berdasarkan Staatsblad van Nederlandisch Indië tahun 1849, daerah-daerah di wilayah ini termasuk dalam zuid-ooster-afdeeling menurut Bêsluit van den Minister van Staat, Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indie, pada 27 Agustus 1849, No. 8. Daerah-daerah di Kalteng tergolong sebagai negara dependen dan distrik dalam Kesultanan Banjar. Sebelum abad XIV, daerah Kalimantan Tengah termasuk daerah yang masih murni, belum ada pendatang dari daerah lain. Saat itu satu-satunya alat transportasi adalah perahu. Tahun 1350 Kerajaan Hindu mulai memasuki daerah Kotawaringin. Tahun 1365, Kerajaan Hindu dapat dikuasai oleh Kerajaan Majapahit. Beberapa kepala suku diangkat menjadi Menteri Kerajaan.
Tahun 1520, pada waktu pantai di Kalimantan bagian selatan dikuasai oleh Kesultanan Demak, agama Islam mulai berkembang di Kotawaringin. Tahun 1615 Kesultanan Banjar mendirikan Kerajaan Kotawaringin, yang meliputi daerah pantai Kalimantan Tengah. Daerah-daerah tersebut ialah: Sampit, Mendawai, dan Pembuang. Sedangkan daerah-daerah lain tetap bebas secara otonom menjalankan hukum adat Dayak-Kaharingan, dipimpin langsung oleh para kepala suku, bahkan banyak dari antara mereka yang menarik diri masuk ke pedalaman. Di daerah Pematang Sawang Pulau Kupang, dekat Kapuas, Kota Bataguh pernah terjadi perang besar. Perempuan Dayak bernama Nyai Undang memegang peranan dalam peperangan itu. Nyai Undang didampingi oleh para satria gagah perkasa, di antaranya Tambun, Bungai, Andin Sindai, dan Tawala Rawa Raca. Di kemudian hari nama pahlawan gagah perkasa Tambun Bungai, menjadi nama Kodam XI Tambun Bungai, Kalimantan Tengah.
Tahun 1787, dengan adanya perjanjian antara Sultan Banjar dengan VOC, berakibat daerah Kalimantan Tengah, bahkan nyaris seluruh daerah, dikuasai VOC. Sekitar tahun 1835 misionaris Kristen mulai beraktivitas secara leluasa di selatan Kalimantan. Pada 26 Juni 1835, Barnstein, penginjil pertama Kalimantan tiba dan mulai menyebarkan agama Kristen di Banjarmasin. Pemerintah lokal Hindia Belanda malahan merintangi upaya-upaya misionaris. Pada tanggal 1 Mei 1859 pemerintah Hindia Belanda membuka pelabuhan di Sampit. Tahun 1917, Pemerintah Penjajah mulai mengangkat masyarakat setempat untuk dijadikan petugas-petugas pemerintahannya, dengan pengawasan langsung oleh para penjajah sendiri. Sejak abad XIX, penjajah mulai mengadakan ekspedisi masuk pedalaman Kalimantan dengan maksud untuk memperkuat kedudukan mereka. Namun penduduk pribumi, tidak begitu saja mudah dipengaruhi dan dikuasai. Perlawanan kepada para penjajah mereka lakukan hingga abad XX.
Perlawanan secara frontal, berakhir tahun 1905, setelah Sultan Mohamad Seman gugur sebagai kusuma bangsa di Sungai Menawing dan dimakamkan di Puruk Cahu. Tahun 1835, Agama Kristen Protestan mulai masuk ke pedalaman. Hingga Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945, para penjajah tidak mampu menguasai Kalimantan secara menyeluruh. Penduduk asli tetap bertahan dan mengadakan perlawanan. Pada Agustus 1935 terjadi pertempuran antara suku Dayak Punan yaitu Oot Marikit dengan kaum penjajah. Pertempuran diakhiri dengan perdamaian di Sampit antara Oot Marikit dengan menantunya Pangenan atau Panganon dengan Pemerintah Belanda.
Orang-orang Portugis dari Makau sudah berdagang ketika VOC-Belanda tiba di Banjarmasin pada tahun 1679 dengan maksud mengamankan perdagangan itu dan mengusir pedagang negara Makao dari pasar itu. Ambisi para pedagang negara Portugis yang terlibat dalam pasar ini lebih besar daripada yang dibayangkan oleh VOC-Belanda. Kompeni mengetahui bahwa karena perebutan kekuasaan internal, Sultan Dipati Anom (Raden Kasuma Lelana) ditantang oleh kedua keponakannya, dua putra Sultan Ratu Anom (Raden Kasuma Alam gelar Sultan Saidullah 1), yakni Suria Angsa dan Suria Negara, dan bantuan Portugis tersebut telah didaftar sebagai pemberontak melawan Sultan Dipati Anom (Raden Kasuma Lelana gelar Pangeran Suria Nata 2). Portugis dari Macao memulai upaya pertama mereka untuk memonopoli produksi lada Banjarmasin. Kebijakan intervensi Portugis dan mendukung penggulingan Sultan Dipati Anom akhirnya berhasil dengan Suria Angsa menjadi Sultan dan Portugis memperoleh hak-hak komersial.
Hak-hak komersial ini tidak sama dengan monopoli tetapi cukup mengecewakan VOC-Belanda, yang sudah tidak senang dengan kerusuhan politik Banjarmasin yang tak berkesudahan, bahwa Perusahaan (Kompeni) berhenti berdagang di Banjarmasin pada tahun 1681; VOC-Belanda yakin bahwa dapat mengamankan stok lada tambahan dari peningkatan produksi lada di Palembang dan Banten.[20] Pada masa kekuasaan Sultan Saidillah sekitar tahun 1685, Portugis mengirim seorang pastur bernama Ventigmilia. Jenderal Macau seperti Andrea Coelo Viera, Aloysius Francesco Cottigno, maupun Kapten Kapal Emmanuelle Araugio Graces, sama-sama ingin menjadi sponsor perjalanan pastor Antonio Ventimiglia ke tanah Borneo.
Penjelajahannya dimulai per tanggal 16 Januari 1688 dari Macau. Pada tanggal 2 Februari 1688, Antonio Ventimiglia tiba di Banjarmasin dengan kapal Potugis (sekutu Sultan Suria Angsa dari Banjar), untuk mengembangkan agama Katolik di udik negeri Banjar di sepanjang sungai Barito dan akhirnya ia meninggal di udik pada tahun 1691. Cay Deponattee (Kiai Dipanata), seorang pria dengan karakter kejujuran terbesar di antara mereka, mengatakan kepada Daniel Beeckman, bahwa beberapa tahun yang lalu datang ke bagian-bagian itu seorang pendeta Portugis, atau biarawan, yang dengan perilakunya yang sopan dan cara-caranya yang menawan telah memperoleh banyak manfaat bagi agama Kristen, tetapi tidak puas untuk berkhotbah di antara mereka, dia harus pergi ke pedesaan di antara orang-orang pedalaman yang biadab, yang disebut Byajos, yang oleh mereka dia dibunuh dengan kejam.
Menurut Hermogenes Ugang, pada abad ke 17, seorang misionaris Roma Katholik bernama Antonio Ventimiglia pernah datang ke Banjarmasin. Dengan perjuangan gigih dan ketekunannya hilir-mudik mengarungi sungai besar di Kalimantan dengan perahu yang telah dilengkapi altar untuk mengurbankan Misa, ia berhasil membaptiskan tiga ribu orang Ngaju menjadi Katholik. Pekerjaan dia dipusatkan di daerah hulu Kapuas (Manusup) dan pengaruh pekerjaan dia terasa sampai ke daerah Bukit. Namun, atas perintah Sultan Banjarmasin, Pastor Antonius Ventimiglia kemudian dibunuh. Alasan pembunuhan adalah karena Pastor Ventimiglia sangat mengasihi orang Ngaju, sementara saat itu orang-orang Ngaju mempunyai hubungan yang kurang baik dengan Sultan Surya Alam/Tahliluulah, karena orang Biaju (Ngaju) pendukung Gusti Ranuwijaya penguasa Tanah Dusun-saingannya Sultan Surya Alam/Tahlilullah dalam perdagangan lada.
Dengan terbunuhnya Pastor Ventimiglia maka beribu-ribu umat Katholik orang Ngaju yang telah dibaptiskannya, kembali kepada iman asli milik leluhur mereka. Yang tertinggal hanyalah tanda-tanda salib yang pernah dikenalkan oleh Pastor Ventimiglia kepada mereka. Namun tanda salib tersebut telah kehilangan arti yang sebenarnya. Tanda salib hanya menjadi benda fetis (jimat) yang berkhasiat magis sebagai penolak bala yang hingga saat ini terkenal dengan sebutan lapak lampinak dalam bahasa Dayak atau cacak burung dalam bahasa Banjar. Pada masa penjajahan, suku Dayak di daerah Kalimantan Tengah, sekalipun telah bersosialisasi dengan pendatang, namun tetap berada dalam lingkungannya sendiri. Tahun 1919, generasi muda Dayak yang telah mengenyam pendidikan formal, mengusahakan kemajuan bagi masyarakat sukunya dengan mendirikan Serikat Dayak dan Koperasi Dayak.
Serikat Dayak dan Koperasi Dayak ini dipelopori oleh Hausman Babu, M. Lampe, Philips Sinar, Haji Abdulgani, Sian, Lui Kamis, Tamanggung Tundan, dan masih banyak lainnya. Serikat Dayak dan Koperasi Dayak, bergerak aktif hingga tahun 1926. Sejak saat itu, Suku Dayak menjadi lebih mengenal keadaan zaman dan mulai bergerak. Tahun 1928, kedua organisasi tersebut dilebur menjadi Pakat Dayak, yang bergerak dalam bidang sosial, ekonomi dan politik. Mereka yang terlibat aktif dalam kegiatan tersebut ialah Hausman Babu, Anton Samat, Loei Kamis. Kemudian dilanjutkan oleh Mahir Mahar, C. Luran, H. Nyangkal, Oto Ibrahim, Philips Sinar, E.S. Handuran, Amir Hasan, Christian Nyunting, Tjilik Riwut, dan masih banyak lainnya. Pakat Dayak meneruskan perjuangan, hingga bubarnya pemerintahan Belanda di Indonesia.
Tahun 1945, Persatuan Dayak yang berpusat di Pontianak, kemudian mempunyai cabang di seluruh Kalimantan, dipelopori oleh Johanes Chrisostomus Oevaang Oeray, F.C. Palaunsuka, A. Djaelani, T. Brahim, F.D. Leiden. Pada tahun 1959, Persatuan Dayak bubar, kemudian bergabung dengan PNI dan Partindo. Akhirnya Partindo Kalimantan Barat meleburkan diri menjadi IPKI. Di daerah Kalimantan Timur berdiri Persukai atau Persatuan Suku Kalimantan Indonesia di bawah pimpinan Kamuk Tupak, W. Bungai, Muchtar, R. Magat, dan masih banyak lainnya. Tahun 1942, Kalimantan Tengah disebut Afdeeling Kapoeas-Barito yang terbagi 6 divisi.
ARTI LOGO PROVINSI KALIMANTAN TENGAH
Berikut adalah makna/arti dari logo Provinsi Kalimantan Tengah :
- Bentuk utama logo Kalimantan Tengah adalah perisai yang memiliki 5 sudut yang melambangkan perlindungan untuk seluruh masyarakat Kalimantan Tengah yang didasari nilai-nilai Pancasila.
- Gambar bintang pada logo Kalimantan Tengah memiliki 5 sudut yang melambangkan Pancasila yang dijunjung tinggi oleh seluruh masyarakat Kalimantan Tengah.
- Gambar kapas melambangkan kemakmuran masyarakat Kalimantan Tengah dari segi sandang (pakaian).
- Gambar padi melambangkan kesuburan tanah yang ada di Kalimantan Tengah dan kemakmuran bagi seluruh masyarakat dari segi pangan (makanan).
- Gambar burung tingang melambangkan lingkungan hidup yang dinamis di Kalimantan Tengah.
- Gambar gong melambangkan kesenian daerah Kalimantan Tengah yang menjadi salah satu kebudayaan daerah yang harus dilestarikan.
- Gambar tali tengang melambangkan persatuan dan kekompakkan seluruh lapisan masyarakat yang ada di Kalimantan Tengah.
- Gambar tali tengang yang melingkar membentuk guci melambangkan pusaka Kalimantan Tengah dari para leluhur kita yang harus dijaga dan dirawat.
- Gambar perisai melambangkan pertahanan diri dan kesiap siagaan dari berbagai ancaman yang datang untuk menjajah Kalimantan Tengah.
- Gambar sumpit melambangkan senjata adat untuk berburu dan menyerang lawan dari jarak jauh.
- Gambar mandau melambangkan senjata adat dari yang berasal dari Kalimantan yang memiliki nilai-nilai spiritual yang tinggi.
- Semboyan Kalimantan Tengah adalah “ISEN MULANG” yang diambil dari bahasa Dayak Ngaju yang berarti “Pantang Mundur”
- ISEN MULANG melambangkan keberanian dan semangat juang yang tinggi oleh seluruh masyarakat Kalimantan Tengah untuk mempertahankan dan melindungi wilayahnya dari berbagai acaman dan penjajahan.
Arti Warna:
- Warna Merah melambangkan keberanian dan semangat yang membara untuk melindungi dan membela tanah air Kalimantan Tengah.
- Warna Hijau melambangkan kesuburan tanah yang ada di Kalimantan Tengah sehingga masyarakatnya dapat hidup makmur dan sejahtera.
- Warna Hitam melambangkan keyakinan dan tekad yang mantap untuk berjuang dan membela daerah Kalimantan Tengah dari berbagai ancaman.
- Warna Putih melambangkan kesucian dan ke ikhlasan hati dalam hidup bermasyarakat yang saling tolong-menolong dan bahu-membahu untuk mengembangkan Kalimantan Tengah agar lebih baik lagi dimasa yang akan datang.
- Warna Kuning melambangkan harapan seluruh masyarakat Kalimantan Tengah agar dapat hidup tentram, damai dan sejahtera yang berkeyakinan lurus serta saling tolong-menolong.
DOWNLOAD LOGO PROVINSI KALIMANTAN TENGAH
Untuk mendownload logo Provinsi Kalimantan Tengah dengan format JPG/JPEG (Joint Photographic Experts Group), PNG (Portable Network Graphics) tanpa background atau CDR (CorelDraw) untuk yang bisa diedit, langsung saja klik link dibawah ini:
LINK DOWNLOAD
0 Response to "DOWNLOAD LOGO PROVINSI KALIMANTAN TENGAH"
Posting Komentar